Home Sweet Loan Dari Spreadsheets Jadi Social Media Activation
Film yang diadaptasi dari Novel Best Seller karya Almira Bastari ini dibintangi oleh aktor dan aktris berbakat yang pandai memerankan masing-masing peran. Rilis pada 26 September lalu, sampai hari ini jumlah penonton film Home Sweet Loan mencapai 1.210.000!
Woww, dalam 2 minggu telah mencapai 1 JUTA PENONTON!
Hal inilah yang membuat FULLSTOP Branding Agency Surabaya juga penasaran, se-relate apa sih film ini dengan masyarakat? Sampai-sampai Kaluna (nama tokoh utama film ini) jadi pembahasan dimana-mana.
Kaluna merupakan anak bungsu dari 3 bersaudara. Ia termasuk sandwich generation karena hanya dia dan pekerjaannya yang dapat diandalkan keluarganya. Se-rumah dengan 3 kepala keluarga secara (2 kakak Kaluna sudah menikah) langsung, membuat Kaluna juga cukup stres menjalaninya. Nggak hanya permintaan bayar token listrik saja, tapi Kaluna juga harus merelakan kamarnya dipakai oleh keponakannya.
Film yang menceritakan kehidupan seorang anak bungsu dan sandwich generation ini memang menurut FULLSTOP Creative Agency Indonesia cukup relate dengan kehidupan banyak para pekerja di luar sana. Sampai social media activation-nya pun berjalan hingga saat ini membahas kehidupan seorang Kaluna yang cukup berat.
Emangnya apa aja sih point of interest dari film ini?
Sini-sini kupas tuntas bareng FULLSTOP!
Kehidupan Seorang Sandwich Gen
Melansir dari Prudential Syariah, menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) sebanyak 78% keluarga ditopang kebutuhannya oleh anggota keluarga yang bekerja. Selain itu, sebanyak 50% lansia tinggal bersama anak, menantu, serta cucunya. Hanya 20% yang tinggal serumah dengan pasangannya di usia lanjut.
Dari data ini, menurut FULLSTOP Branding Agency Surabaya Home Sweet Loan menjadi cukup relate untuk dianalogikan pada kisah hidup seorang Kaluna. Mewakili sebagian besar beban hidup pekerja di Indonesia, nggak heran film ini juga LARIS MANIS dalam sekejap.
Selain itu melansir dari Detik, Sandwich Generation pertama kali dipopulerkan oleh seorang Profesor dan Direktur Praktikum dari Kentucky University, Lexington, Amerika Serikat bernama Dorothy A. Miller pada tahun 1981. Pengelompokan sandwich generation pun dibagi ke dalam 3 jenis. Namun pada intinya, generasi sandwich biasanya dialami oleh mereka pria atau wanita di usia 30-50 tahun yang menanggung beban keluarga (orang tua dan anak). Mengapa disebut sandwich?
Jika dibayangkan, orang tua ada di posisi atas sebagai roti lapisan atas. Kemudian anak di posisi bawah, sedangkan diri sendiri ada sebagai potongan daging dan sayur yang terhimpit di dalamnya. Sandwich generation dialami oleh seseorang karena beberapa faktor, salah satunya tidak adanya manajemen finansial yang proper dari orang tua. Sehingga hal ini juga memungkinkan untuk dilakukan berulang pada generasi berikutnya. Sama halnya dengan yang dialami oleh Kaluna. Namun Kaluna sebagai anak bungsu cukup punya beban berat untuk menjadi penopang 3 kepala keluarga sekaligus.
Pain Point Sejuta Umat: UANG
Masih berhubungan dengan pembahasan sandwich generation, tentunya seseorang yang harus menopang banyak kebutuhan keluarga akan mendapatkan tanggung jawab keuangan cukup besar.
Seperti saat Kaluna galau ingin berlangganan Spotify atau tidak, karena ia sedang membereskan masalah utang keluarganya.
Atau saat Kaluna mengurangi porsi pesanan makanannya untuk berhemat.
Sampai penampakan Kaluna yang rajin mengisi spreadsheets budgetingnya agar terwujud beli rumah impian.
Kesemuanya merupakan gambaran kisah yang cukup relate untuk banyak orang saat ini. Pain point yang cukup di-highlight pada kehidupan seorang Kaluna pada Home Sweet Loan sampai berhasil menjalankan social media activation-nya sendiri.
View this post on Instagram
Source: Official Instagram Home Sweet Loan
Dari interaksi yang terbangun ini, tentu secara nggak langsung menurut FULLSTOP Creative Agency Indonesia akan membuat Home Sweet Loan mendapatkan banyak engagement dan membuat calon penontonnya penasaran dengan film ini.
Nggak heran kan, belum sebulan dapat penonton sampai 1 JUTA?
Isu Kesehatan Mental yang Menjadi Self-Awareness
Selain sandwich generation dan beban ekonomi, film ini juga cukup jeli untuk menjalankan Emotional Marketing melalui perjalanan hidup Kaluna yang cukup pelik. Membangun plot twist sebelum film berakhir, memang menjadi tanda bahwa seorang Sabrina Rochelle Kalangie sebagai sutradara sangat cerdas mengaduk emosi penonton.
Adanya perjalanan sandwich generation dari seorang Kaluna dan dukungan dari teman dekatnya menandakan bahwa memiliki support system juga penting bagi seseorang. Saat hidup Kaluna sedang ada di titik terbawah, ia masih punya sahabat yang peduli dan bersedia menemaninya.
Point of interest inilah juga yang menjadi puncak keterikatan antara pain point dan fakta bahwa menjadi tulang punggung keluarga juga butuh rehat dan butuh dukungan.
Pentingnya “Relate” dalam Marketing Strategy & Branding Strategy
Banyak point yang memang ‘relate’ dari film ini, sehingga keberhasilannya mendapatkan jutaan penonton dalam 2 minggu juga menjadi fakta yang bisa teman-teman family business Indonesia pelajari.
Menurut FULLSTOP Branding Agency Surabaya, relate akan menjadi ‘kedekatan’ atau hubungan yang mudah membangun interaksi. Dari interaksi, teman-teman family business Indonesia juga tentunya akan dapat traffic (engagement) untuk menjadi social media activation.
Seperti film Home Sweet Loan, kalau teman-teman family business Indonesia analisa dari tingkat ‘relate’ lebih besar mana pengaruhnya untuk marketing strategy dan branding strategy?
Perlukah FULLSTOP Creative Agency Indonesia bahas di artikel selanjutnya?