How Individual Can Win over Political Branding
Di masa-masa menjelang Pemilu ini, tentu kita sebagai warga Indonesia berhak untuk memilih akan seseorang yang layak untuk jadi pemimpin suatu daerah dan juga bangsa tentunya. Semua orang dari semua partai pun ikut berusaha supaya mereka bisa mendapatkan posisi yang mereka inginkan. Mereka membuat baliho yang berjejeran di jalan hingga melakukan bakti sosial demi mendapatkan liputan yang baik. Namun, para politikus pun pasti tidak menyadari bahwa mereka menggunakan aspek dasar dari sistem branding yang sedang marak. Tidak hanya branding agency saja yang menggunakan metode 'marketing' seperti ini.
Menurut Prof. Marshment yang seorang ahli dalam political marketing, branding merupakan upaya untuk membentuk citra dan personalitas pemimpin bahkan dapat membantu kandidat untuk mengubah dan memelihara reputasi serta dukungan. Sedangkan politic branding itu sendiri merupakan suatu strategi untuk membangun suatu citra politik. Sebagai salah satu branding agency di Surabaya, FULLSTOP INDONESIA tentu sadar akan aspek ini.
Tapi apa sih sebenarnya elemen-elemen dalam politik branding di Indonesia ini? Salah satu penelitian dengan topik yang sama menemukan ada dua kriteria untuk menyusun elemen-elemen dalam branding politik, diantaranya yaitu:
- Memorable (Mudah diingat)
Banyaknya partai politik peserta pemilu di Indonesia menggunakan lambang, simbol, dan warna masing-masing partai yang mudah untuk diingat.
- Meaningful (Penuh makna)
Sebuah brand terutama dalam konteks politik, harus mempunyai makna yang jelas dan bersifat positif. Makna dalam suatu brand politik harus selaras dengan tujuannya.
Dari keterangan itu, kita dapat memberikan kategori yang lebih mendetail dalam konteks individual branding dalam dunia politik. Individual branding seringkali terpacu dengan pribadi orang tersebut, sehingga masyarakat sekarang lebih mementingkan hal tersebut lebih daripada partai mana mereka berada. Dalam contoh kasus analisa branding politik Jokowi, ditemukannya beberapa aspek yang menentukan masyarakat dalam memilih Jokowi sebagai presiden dalam pilpres tahun 2014 lalu diantaranya termasuk: personality (kepribadian), appearance (penampilan) dan political key message (pesan kunci politik).
Hal itu dapat dilihat dengan penjabaran berita-berita yang menonojolkan pribadi Jokowi sebagai sosok yang bersih, jujur, sederhana, suka bekerja, tidak menjaga jarak dengan masyarakat, kredibel, dan tidak mengobral janji namun suka bekerja untuk memberikan bukti. Secara sadar maupun tidak sadar, kita pun tertarik akan sosok yang bernama Jokowi ini. Ditambah dengan penekanan utama brand Jokowi pada diferensiasi, hal ini juga memperkuat branding seorang Jokowi. Perbedaan tersebutlah yang membuat Jokowi ini semakin kuat dan lebih mudah untuk dikenal yang akhirnya menyebabkan beliau terpilih menjadi Presiden.
Itu hanyalah sekedar contoh akan bagaimana politic branding bekerja. Tentu, aspek individual branding ini bisa terlihat tidak hanya oleh politikus saja. Seperti para influencer, selebgram dan banyak lainnya yang terbilang memiliki kepribadian yang 'unik' pun memiliki individual branding mereka masing-masing. Sebagai branding agency juga, FULLSTOP memiliki branding tersendiri yang membedakan kita dengan branding agency yang ada di Surabaya maupun di seluruh Indonesia.