Alasan ‘How to Make Millions Before Grandma Dies’ LARIS MANIS di Indonesia
Film Thailand yang ramai diperbincangkan karena alurnya yang cukup ‘relate’ dengan permasalahan keluarga satu ini, memang cukup bikin FULLSTOP Branding Agency Indonesia penasaran.
Disutradarai oleh Pat Boonnitipat, film ini dibintangi oleh aktris senior memerankan Amah (Usha Seamkhum), dan Billkin yang memerankan M sebagai dua pemeran utama yang cukup berpengaruh membawa suasana hati campur aduk di setiap scene-nya. Drama keluarga ini ternyata nggak hanya tayang di Indonesia lho, teman-teman. Melansir dari Kompas, film ini juga tayang di Malaysia, Singapura, Laos, Vietnam, Taiwan, Hongkong, Macau, dan Brunei.
Bergenre ‘slice of life’, kehidupan keluarga yang digambarkan pada film ini sangat kental dengan budaya keluarga Chinese-Thailand. Seolah menggambarkan kehidupan keluarga pada umumnya, setting yang ditunjukkan pada film ini juga cukup sederhana.
Melansir dari CNN Indonesia, jumlah penonton film ini di Indonesia telah mencapai penonton sebanyak 2.017.270 setelah 13 hari tayang. Prestasi ini semakin membanggakan saat berhasil juga menggeser posisi film The Medium di peringkat pertama.
Dibalik kesuksesannya ini, kira-kira branding strategy dan marketing strategy apa ya yang BERHASIL pada film ini? Simak penjelasannya dari sudut pandang FULLSTOP Branding Indonesia, yuk!
Drama Keluarga yang “Relatable” dengan Emotional Marketing
Masih ingat analisa FULLSTOP Branding Indonesia di Film Petualangan Sherina 2, Siksa Kubur, Badarawuhi, dan film AGAK LAEN?
Menurut FULLSTOP Creative Agency Surabaya, unsur-unsur atau nilai sosial dalam film tentu nggak bisa lepas dari keterkaitan dengan nilai-nilai kehidupan di dunia nyata ya teman-teman. Maka karya sastra, film, dokumentasi, apapun itu saat dikemas menjadi sebuah karya fiksi pasti akan selalu memiliki poin ‘relate-able’ di kehidupan sehari-hari.
Petualangan Sherina 2 yang punya original soundtrack dengan lirik sederhana tapi sangat dekat dengan keseharian kita saja tentunya memantik Emotional Marketing. Apalagi film mystery bernilai religi seperti Siksa Kubur, dan film horor yang kental akan budaya masyarakat Indonesia seperti Badarawuhi.
Menurut FULLSTOP Creative Agency hal ini sama halnya dengan cerita yang disusun oleh penulis skenario film AGAK LAEN dan film ‘How to Make Millions Before Grandma Dies’. Kesemuanya punya ikatan emosional yang nggak bisa dipisahkan dari pengalaman hidup banyak orang.
Apalagi film How to Make Millions Before Grandma Dies ini menceritakan kehidupan keluarga yang cukup kompleks. Permasalahan yang dialami M beserta keluarganya menjadi gambaran permasalahan keluarga yang juga ‘dekat’ di tengah-tengah kehidupan kita. Dibubuhi juga dengan perebutan harta warisan, adanya anggota keluarga yang lebih ‘mampu’ secara ekonomi.
Cerita sederhana yang berangkat dari ‘rumah’, seperti ini tentu nggak asing di benak penonton film How to Make Millions Before Grandma Dies. Hal inilah yang membuat seseorang terpaut emosinya saat menonton film ini.
That’s the power of emotion, dan ini pun bisa diaplikasikan oleh teman-teman UMKM atau owner bisnis keluarga ya! Beberapa client yang berkonsultasi dengan FULLSTOP Branding Indonesia juga akhirnya menjalankan metode marketing ini dan tentu saja diterima dengan baik oleh target audience!
Hidup Sendiri di Hari Tua = Pain Point Penonton di Segala Usia
@ariwibxwx Salah banget nontonnya bareng sama dia ????????????
♬ wake me up.. - J-TREBLE
Source: TikTok Ari Wibxwx
Lagi-lagi, emotional marketing.
FULLSTOP Branding Indonesia menemukan 1 poin added value lagi yang memperkaya emotional marketing di film satu ini. Emotional marketing ini semakin kuat dengan ‘pain point’ hari tua yang membayangi setiap penonton. Salah satu contohnya yang dialami Ari (Seleb TikTok) satu ini. Ia lebih membayangkan jika Amah adalah ibunya. Ia pun semakin sedih karena menonton film ini bersama sang mama.
“Hidup sendiri di hari tua” menjadi frasa yang menarik bagi FULLSTOP Branding Agency Indonesia karena memang menjadi topik yang cukup trending topik melalui ‘reaction’ yang dilakukan penonton film ini.
Hari tua, semakin tua, sendirian, hidup dengan sisa usia yang ada, rasa-rasanya vibes ‘ngeri’ dari situasi ini hampir sama seperti vibes saat orang-orang membayangkan “Siksa Kubur” kelak. Adanya rasa khawatir, serta perasaan membayangkan hari tua memang cerdas dikemas sebagai pain point oleh penulis skenario dan sutradara film ini.
Karena setiap orang akan mengalami masa tua, dan digambarkan oleh tokoh Amah sebagai seorang ibu dan nenek maka di poin ini jugalah film ini berhasil membangun ikatan emosional dengan penonton. Sosok ibu akan selalu menjadi tokoh utama yang mampu membuat perasaan seseorang begitu kompleks.
Selain itu, frasa ‘hidup sendiri di hari tua’ ini juga dapat memainkan peran dengan berbagai sudut pandang. Seperti yang dialami Ari membayangkan ibunya, frasa ini juga bisa berbalik dibayangkan oleh diri kita sendiri, bagaimana hari tua kita? Bagaimana juga sikap anak-anak kita ke kita, cucu kita, apakah sama seperti yang dilakukan M di film ini? Selayaknya cermin, film ini benar-benar jenius untuk membuat kita membayangkan masa tua.
Viral Marketing di Social Media: Reaction Setelah Menonton
Berhasil mendapatkan 2 jutaan penonton dalam dua minggu saja, membuat film ini juga berhasil mengaplikasikan viral marketing melalui social media activation berupa ‘reaction’ setelah menonton.
Source: TikTok
Beragam ekspresi atau emosi serta review untuk film ini muncul dan menjadi viral di TikTok. Maka sama halnya dengan Viral Marketing itu sendiri, konten sejenis ini tentunya secara nggak langsung menjadi mesin booster untuk memasarkan film yang disutradarai Pat Boonnitipat ini.
Kangen dengan nenek, menyadari terkadang orang terdekat kita tidak menghargai kehadiran kita, menghargai waktu, dan beragam sudut pandang terhadap film ini juga selayaknya membuka tabir value mendalam yang dihadirkan penulis skenario di tiap scene film ini.
Semakin banyak point-of-view terhadap film ini, tentu semakin tinggi juga curiosity seseorang terhadap film ini. Nggak heran kan, jumlah penontonnya melonjak?
Pentingnya Memahami Audience Behavior dari Target Market Business Anda
Dari film ini, kita banyak belajar bahwa memahami audience behavior saat menggunakan pun saat merasakan produk bisnis teman-teman UMKM dan owner bisnis keluarga juga penting untuk menjadi sebuah pertimbangan terhadap branding strategy dan marketing strategy.
Seperti yang ada pada film ini, seolah penulis skenario paham bagaimana respon emosional penontonnya sehingga film ini pun BERHASIL memberikan memory yang ‘memorable’ untuk seseorang.
Selain itu, marketing strategy yang ada pada film ini juga cukup memicu FOMO tingkat tinggi. Respon audience seperti ini dapat teman-teman UMKM dan owner bisnis keluarga Indonesia jadikan contoh juga lho, saat akan menyusun marketing strategy atau branding strategy campaign dan promo bisnis teman-teman.
So, kira-kira analisa apa lagi ya yang dilakukan FULLSTOP Branding Agency di artikel berikutnya?
Sudah siap dapat insight marketing dan branding dari FULLSTOP Creative Agency?