Influencer vs Brand Ambassador. Mana yang Dibutuhkan Business Owner?
Marketing strategy konvensional mulai dari word-of-mouth dengan berkembangnya teknologi hari ini, ternyata mengalami banyak perkembangan. Teman-teman UMKM dan family business owner masih ingat kan, saat dulu marketing ter-branding dengan sales door-to-door?
Sales zaman dulu menjajakan penawarannya dari satu pintu ke pintu yang lain, mengenalkan produknya dengan cara mempresentasikan fungsi dan penggunaannya pada potential audience yang mereka datangi. Dulu, belum ada media sosial, belum juga ada platform yang terkoneksi melalui internet hingga brand teman-teman berpeluang dikenal seantero dunia.
Perkembangan teknologi hari ini menurut FULLSTOP Branding Agency Indonesia, membawa Brand Ambassador dan Influencer menjadi media word-of-mouth yang cukup efektif. Meskipun Brand Ambassador juga menjadi opsi branding tools sejak dulu, namun penggunaannya nggak semasif hari ini. Hari ini, teman-teman UMKM dan family business owner bisa menggunakan Brand Ambassador nggak hanya dari seorang aktor, public figure atau tokoh-tokoh terkenal saja. Bahkan, melansir dari Glints, seorang Brand Ambassador bisa saja merupakan seorang Influencer. Namun seorang Influencer belum tentu bisa menjadi seorang Brand Ambassador. So, seorang Influencer juga dapat teman-teman pilih untuk menjadi seorang Brand Ambassador lho! Perbedaan perkembangan dan kemunculan Brand Ambassador dengan Influencer menurut FULLSTOP Creative Agency terletak pada bertambahnya branding tools serta personal branding melalui social media activation pada perkembangan teknologi di era 4.0 sekarang ini.
Dibalik kesamaannya dibutuhkan di era ini, apa sih perbedaan keduanya secara mendasar? Penasaran nggak teman-teman? Yuk sini simak penjelasan FULLSTOP!
Long Term Project Bareng Brand Ambassador
Melansir dari Tada, Brand Ambassador sebenarnya punya perbedaan tugas yang cukup berbeda dengan Influencer lho, teman-teman.
Selain pastinya boost awareness sebuah brand / produk melalui social media pribadinya, Brand Ambassador juga memiliki kewajiban lain. Berbeda dengan influencer yang scope of work-nya singkat atau mudah, scope of work untuk Brand Ambassador tentunya lebih kompleks. Namanya saja Brand Ambassador, wajah dari brand business tersebut. Sebagai contoh, dalam jangka waktu perjanjian kerjasama yang juga lebih panjang, Brand Ambassador biasanya ditugaskan sebuah brand seperti berikut:
- Ikut datang dalam acara launching produk atau grand opening sebuah brand.
- Berpartisipasi juga untuk mengkonsep campaign strategy bersama tim marketing sebuah brand.
- Highlight citra positif sebuah brand dengan melakukan penyesuaian brand image dari brand yang sedang bekerjasama.
- Mengajak interaksi potential audience baik secara offline maupun online untuk mengenalkan product knowledge dari brand yang sedang bekerjasama.
So, selain harus boost awareness melalui akun media sosialnya, seorang Brand Ambassador juga harus seolah menjadi “wajah” dari sebuah brand tersebut. Termasuk membawa nilai positif dari sebuah brand, dan terus memberikan informasi mengenai fungsi dari sebuah produk (brand) itu sendiri.
Melansir dari RevoU, seorang Brand Ambassador juga diharapkan dapat menyesuaikan diri untuk menempatkan brand positioning sebuah brand menjadi tepat dan diminati target market yang juga tepat. Lantas bagaimana dengan seorang Influencer?
Penyesuaian Campaign Bisa Dilakukan Influencer
Berbeda dengan seorang Brand Ambassador yang perlu menyesuaikan diri dengan brand image dan brand identity sebuah brand (product), seorang Influencer perlu menyesuaikan diri dengan campaign yang telah dikonsepkan oleh tim marketing.
Influencer juga mempunyai jangka waktu project yang lebih pendek daripada Brand Ambassador. Biasanya influencer digunakan seorang family business owner untuk boost campaign tertentu di momen tertentu.
Seperti yang pernah FULLSTOP Branding Agency Indonesia share saat Wizzmie dan FULLSTOP membuat campaign khusus untuk setiap opening outlet Wizzmie yang baru. Campaign ini tentunya akan dibuat dalam bentuk brief yang dikirimkan pada influencer (KOL) yang akan bekerja sama untuk setiap opening Wizzmie.
Influencer juga dipilih karena personal branding yang telah dibangunnya dapat relate dengan goals sebuah campaign. Seperti dilansir dari Great Nusa, yang mengutip quote Jeff Bezos
“Your brand is what people say about you when you’re not in the room.”
Terkadang personal branding yang teman-teman UMKM dan family business owner bangun bukan karena kesengajaan atau planning agar persona yang terbentuk menjadi sebuah identitas. Namun terkadang adanya konsistensi seorang influencer yang membentuk habitnya menjadi brand identity, konsistensi ini bisa lahir dari sharing daily life, atau sharing sudut pandang dan sharing hobby.
Mana yang Lebih Dibutuhkan Business Owner?
Menurut FULLSTOP Branding Agency Indonesia, keduanya sama-sama bisa digunakan business owner sesuai dengan kebutuhan dari marketing strategy atau branding strategy yang sedang dijalankan.
Dibutuhkan Brand Ambassador yang andal saat teman-teman UMKM dan family business owner sedang boost awareness varian produk baru atau launching product tertentu. Tentunya, dengan menggunakan Brand Ambassador ini, budget yang harus dikeluarkan juga tidak sedikit. Tapi, bakal sangat efektif kalau pemilihan Brand Ambassador tepat dan memang lebih mudah untuk meningkatkan awareness di tengah pasar merah alias red market. Contoh paling mudahnya adalah pemilihan Nicholas Saputra sebagai brand ambassador dari Kenzler beberapa waktu lalu. Atau pemilihan Anggun sebagai wajah / brand ambassador Pantene yang jalan bertahun-tahun hingga kalimat iconic-nya terus dikenang di benak masyarakat sampai sekarang.
Namun saat sedang boost campaign tertentu, yang memang secara spesifik membutuhkan gerakan massal tapi yang bisa dengan cepat ada conversion, FULLSTOP Indonesia sebagai creative agency yang sudah bekerja belasan tahun akan menyarankan family business owner dan pegiat UMKM untuk menggunakan influencer. Gunakan Influencer yang tepat yang dapat men-deliver message campaign tersebut ke tangan target market yang juga tepat. Budget yang dikeluarkan sangat bervariasi. Bisa sangat murah apabila Anda menggunakan nano influencer. Bisa sedikit lebih mahal ketika kategori influencer masuk di range Micro-Macro. Tapi kesamaan dari influencer-influencer ini adalah satu. Yaitu menggaungkan campaign yang memang sedang dijalankan supaya algoritma naik secara signifikan dalam periode yang diinginkan (bukan dalam jangka waktu lama). FULLSTOP sebagai creative agency brand-brand nasional berani jamin deh, tidak hanya awareness saja, tapi efeknya akan terasa hingga ke SALES & PROFIT ketika dilakukan dengan tepat!
So, dalam waktu dekat, teman-teman lebih butuh Brand Ambassador atau Influencer?
Tetep stay tune di Blog FULLSTOP Branding Agency Indonesia untuk dapatkan insight lainnya ya!