3 Marketing & Branding Strategy Anime dengan Penggemar Tanpa Batas Usia
Seperti yang pernah FULLSTOP Branding Agency Indonesia share di strategy analysis One Piece, Eiichiro Oda saja mulai menciptakan alur cerita One Piece sejak tahun 1997.
Bagaimana dengan awal mulanya kemunculan anime di Jepang ya?
Melansir dari Kompas, anime di Jepang mulai ditayangkan tanpa suara dan bergambar hitam putih pada tahun 1917. Film animasi berdurasi pendek ini terinspirasi dari animasi pendek buatan Perancis dan Amerika Serikat.
Perkembangan anime di Jepang pada tahun itu mengalami kesulitan tayang, karena masa Perang Dunia ke-2. Usai perang dunia, anime ditayangkan kembali pada tahun 1945 dengan durasi 75 menit. Anime ini merupakan garapan tentara Jepang sebagai propaganda pemerintah. Pasca Perang Dunia ke-2, anime yang diproduseri oleh Hiroshi berjudul Astro Boy ditayangkan di stasiun televisi tepat di tanggal 1 Januari 1963.
Nggak lama setelah tahun tersebut, anime mulai masuk di Indonesia pada tahun 1970. Melansir dari CNN Indonesia, TVRI pertama kali menayangkan anime berjudul Wanpaku Omukashi Kumu Kumu sebanyak 26 episode. Seiring dengan perkembangannya, mulailah RCTI, Indosiar, dan SCTV ikut menayangkan anime asal Jepang. Seperti teman-teman UMKM dan family business owner ketahui, Doraemon, Dragon Ball, Detective Conan pernah jaya pada masanya. Menjadi tontonan ter-favorit generasi milenial di Indonesia.
Karya yang bersumber dari budaya populer Jepang (manga) ini, bikin FULLSTOP Creative Agency penasaran, apa ya branding strategy dan marketing strategynya sampai Netflix kepincut untuk membeli anime karya Eichiro Oda berjudul One Piece sekaligus langsung LARIS? Yuk, ikutin analisa FULLSTOP kali ini!
Alur Cerita yang Menarik Menjadi Story Selling
Seperti yang pernah FULLSTOP Branding Agency Indonesia bahas di artikel tentang Petualangan Sherina 2, didukung dengan sharing session FULLSTOP pada artikel ini, sebuah cerita yang teman-teman angkat baik menjadi branding strategy maupun diaplikasikan pada marketing strategy akan selalu dekat dan cukup ‘relate’ dengan audience.
Story selling tentunya nggak dapat lepas dari sebuah karya berupa film, novel, komik, serial drama, begitupun dengan anime. Sebuah cerita yang diangkat dari keseharian, diangkat dari kehidupan masyarakat pada umumnya, tentu akan membangun emosional atau bahkan kemiripan pengalaman penonton dan penikmatnya. FULLSTOP Creative Agency sendiri nggak heran juga mengapa sebuah anime nggak hanya digemari oleh anak-anak, tapi kalangan orang dewasa pun sampai menyebut dirinya “Wibu” saat menggilai anime.
Setiap alur cerita yang dibangun dari anime, tentunya cukup menarik dan menjadi hiburan tersendiri bagi siapa saja yang menggilainya. Nggak hanya dari alur cerita, dimulai dari judul per episode atau bahkan judul karya itu sendiripun, dapat teman-teman olah dan kemas menjadi headline copywriting yang menarik perhatian juga lho!
Co-Marketing dengan Developer Games
Kira-kira jika FULLSTOP Branding Agency Indonesia tanya pada teman-teman, apa sih yang paling enjoyable saat kamu main games?
Selain challenging, mendapatkan reward, memikirkan strategi, apakah teman-teman pernah berpikir bahwa games juga cukup menarik jika memiliki alur cerita di dalamnya? Aplikasi Collaborative Marketing antara developer games dan anime Jepang ini semakin menunjukkan bahwa story selling selalu membuat ‘jatuh hati’ potential target marketnya.
Hal ini terbukti atas observasi Tekno Kompas yang mengutip dari seorang developer games mengaku bahwa game anime lebih laku keras di pasar Indonesia. Selain itu, mencari orang yang hobi jago gambar anime di Indonesia lebih mudah daripada orang yang mendesign 3D untuk games.
Bukankah fakta ini benar-benar mendukung bagaimana seseorang begitu tertarik pada anime yang dikemas dalam sebuah game? Euforia penyuka games dan anime ini seolah membangun marketing strategy massive untuk budaya populer Jepang satu ini. Cerita dan penokohan yang dire-make pada sebuah games dari anime memang cukup menarik perhatian.
Menurut analisa FULLSTOP Creative Agency, alasan lainnya yang mendukung marketing strategy ini berhasil adalah, permainan yang “seolah” membawa pemain ke dimensi lain dan “seolah” berperan memainkan tokoh anime tersebut.
Bukankah seru, seolah berpersona dan memiliki cerita yang sama dengan tokoh anime favoritmu?
Branding Merchandise = Boost Awareness
Beralih dari co-marketing dan story selling yang membuat medium penikmat anime semakin luas lainnya ada pada branding merchandise.
Melansir dari Glints, branding merchandise sama halnya dengan brand awareness. Sama-sama dapat membuat brand teman-teman lebih mudah dikenali dan menjangkau audience lebih luas. Pun saat branding merchandise diaplikasikan pada branding strategy dari sebuah anime.
Boneka, mainan, dan aksesoris dengan bentuk persis seperti tokoh utama anime tentunya sering teman-teman jumpai juga kan? Branding strategy ini jugalah yang menjadi alasan mengapa anime jadi semakin banyak penggemar.
Bentuk merchandise yang kreatif dan unik menurut FULLSTOP Branding Agency Indonesia dapat mencuri perhatian penggemar anime dan membuat potential marketnya juga penasaran dengan alur cerita anime yang sebenarnya. Jangkauan yang didapat penulis manga seperti Eichiro Oda dengan penggemarnya yang masif akan sangat luas melalui branding merchandise.
Mengapa?
Branding merchandise bukan hanya memiliki target market penggemar anime itu sendiri. Namun branding merchandise akan menyasar orang-orang yang butuh akan fungsi merchandise tersebut. Branding merchandise juga akan menyasar mereka yang suka dengan pernak pernik unik.
Bisakah UMKM dan Family Business Owner Menerapkannya?
Marketing dan branding strategy sama halnya dengan media teman-teman berkreasi dan berinovasi. So, FULLSTOP akan menjawab pertanyaan ini dengan lantang: BISA!
Mulai dari membangun sebuah cerita dengan goals Story Selling, melakukan Co-Marketing dengan lini bisnis lain, sampai mengkreasikan produk menjadi branding merchandise. Ketiganya bisa teman-teman UMKM dan family business owner konsepkan menjadi sebuah marketing dan branding strategy dalam pengembangan bisnis.
Contoh yang dibangun FULLSTOP Branding Agency Indonesia untuk salah satu klien kami, My Yellow Duckling. Memiliki produk dengan karakter Mr. Itik, maka story selling tentunya menjadi konsep yang sering digunakan untuk social media activation. Begitupun dengan aplikasi co-marketing dan branding merchandise. Bentuk produk My Yellow Duckling yang dapat dikreasikan menjadi beragam tokoh, membuat brand satu ini fleksibel berkembang dengan marketing strategy dan branding strategy serupa dengan anime.