Alasan Mengapa 5 Brand Ini Sering Dikira dari Luar Negeri
Kekuatan brand recognition memanglah menjadi penentu kelima brand ini sering dikira brand asal luar negeri. Yap, menurut FULLSTOP Branding Agency Indonesia, hal inilah yang yang menarik perhatian karena berarti brand pada kelas UMKM atau family business owner juga bisa menggunakan branding strategy yang sama. Apa aja ya 5 brand yang dimaksud?
Sebelum membahas kelima brand tersebut, FULLSTOP Creative Agency Indonesia ingin membahas mengenai beberapa branding strategy yang dapat teman-teman optimasikan agar brand recognition teman-teman juga dapat bertahan dan mendapatkan brand image yang cukup ‘menonjol’ seperti 5 brand pada bahasan artikel kali ini.
Pembahasan branding strategy ini tentunya nggak hanya akan menuju pada goals ‘dipersepsikan menjadi brand dari luar negeri’ ya, teman-teman. Namun yang dimaksud FULLSTOP Branding Agency Indonesia di sini, penjelasannya akan mengarahkan pada branding strategy yang tepat agar brand image bisnis teman-teman semakin kuat dan mudah sekali diingat.
Karena kelima brand yang akan menjadi objek penelitian branding analysis kali ini akan mengerucutkan kesimpulan yang sama, maka FULLSTOP Creative Agency Surabaya memfokuskan pada kacamata objektif agar lebih mudah diaplikasikan. Oke langkah pertama yang perlu teman-teman perhatikan adalah,
Brand Identity yang ‘Berkarakter’
Coba teman-teman perhatikan mulai dari Eiger, Hokben, Polygon, Polytron, dan Le Minerale. Brand identity apa sih yang menonjol dari kelimanya? Menurut FULLSTOP Creative Agency Surabaya, ada pada masing-masing nama brand.
Yuk kita mulai analisa dari Eiger. Melansir dari Official Website Eiger, nama Eiger berasal dari nama Gunung yang ada di Swiss. Brand asal Bandung ini tentunya akan dipersepsikan brand luar negeri karena nama brandnya saja tidak melafalkan bahasa Indonesia ataupun bahasa daerah yang ada di Indonesia. Sama halnya saat kita membaca Le Minerale dan Hokben (dulu bernama Hoka-Hoka Bento). Sering dikira brand asal Prancis, Le Minerale merupakan sister company dari PT. Mayora, Tbk yang pabriknya ternyata tersebar di beberapa wilayah Indonesia.
Sama halnya dengan Hokben. Menyebutkan ‘bento’ pada bagian akhir brandnya, Hokben sukses membuat persepsi target marketnya serasa menikmati bento khas Jepang selama ini. Brand restoran yang ternyata merupakan bagian dari PT. Bogainti ini juga sudah lama berkarir sejak tahun 1985. Memiliki makna yang sedikit rumit, Polygon juga sukses prank target marketnya dengan nama asal Yunani ini. Pabriknya yang berlokasi di Sidoarjo dan berdiri sejak tahun 1989, membuat Polygon sering dikira merk sepeda asal luar negeri. Pun sama halnya dengan Polytron. Brand milik Robert Budi Hartono, Polytron didirikan di Kudus sejak tahun 1975.
Dari nama-nama kelima brand ini apa sih yang dapat teman-teman pelajari?
Menurut FULLSTOP Branding Agency Indonesia, bukan berarti kesimpulannya harus membuat nama brand dengan bahasa asing ya, teman-teman. Karena bahasa asing saja bukanlah sebuah jaminan untuk mempersepsikan bahwa brand teman-teman seolah seperti brand luar negeri. Masih terdapat alasan lain pada branding strategy berikutnya yang menyebabkan kelima brand sukses membuat orang berpikir mereka dari luar negeri. Intinya, nama brand yang UNIK, EKSENTRIK, KREATIF, dan BEDA, akan semakin diingat dan dikenal. Kekuatannya ada pada bagaimana nama brand teman-teman inovatif namun tetap dapat dekat dengan audience.
Dan tentunya… disesuaikan dengan MARKETING GOALS anda sebagai business owner. Dalam kasus kelima brand ini, mereka memang memiliki tujuan agar dipandang sebagai brand internasional oleh masyarakat Indonesia. Lain halnya kalau anda sebagai business owner ingin dipandang “lokal” atau khas Nusantara. Atau mungkin, ingin menonjolkan tradisi suatu daerah atau suku tertentu di Indonesia. Tentunya nama brand sendiri perlu menggambarkan hal tersebut. Inilah yang disebut dengan BRANDING.
So, what’s the next point?
Lagi-lagi Konsisten dengan USP
Berangkat dari brand identity, sekarang coba kita telaah melalui poin branding satu ini. Unique Selling Point (USP) memang menjadi penentu yang cukup besar untuk membuat brand teman-teman dapat ‘top of mind’ seperti kelima brand ini. Nggak cukup hanya nama brand, tapi teman-teman juga tetap perlu memikirkan dengan matang kekuatan USP brandnya.
Mari kita mempelajari bagaimana Eiger dapat dipersepsikan brand luar negeri melalui USP-nya. Fokus pada bahan-bahan yang berkualitas, Eiger konsisten melakukannya mulai dari tahun 1979 sampai saat ini. Membangun brand recognition sebagai salah satu penyedia alat-alat mendaki gunung, Eiger fokus untuk benar-benar menawarkan ‘adventure’ yang berbeda saat target marketnya menggunakan varian produknya. Terkenal dengan bahannya yang kuat dan awet, Eiger tidak ingin persepsi ini hilang ditelan bumi hanya karena brand recognitionnya termasuk brand legend. Eiger tetap konsisten bahkan sampai berhasil menjelajahi pasar luar negeri dan berani menawarkan diferensiasi produk lainnya.
Sama halnya saat teman-teman UMKM dan family business owner memperhatikan Hokben, Polygon, dan Polytron. Ketiganya juga konsisten dengan USP masing-masing. Sehingga kesemuanya masih menjadi ‘top of mind’ di benak target marketnya. Pernahkah teman-teman mengingat bahwa Hokben rilis varian menunya yang jauh dari khas masakan Jepang? Mirip seperti McDonalds yang seolah-olah memberikan opsi nusantara atau “localised version” di setiap negaranya.
Begitu pula dengan Polygon dan Polytron. Di balik persaingan brand sejenis, Polygon masih menjadi ‘top of mind’ pada kategori sepeda. Polytron yang merupakan milik Hartono bersaudara ini, konsisten pada kualitas peralatan elektronik yang dihasilkannya. Siapa yang mengira bahwa brand elektronik asal Indonesia ini berasal dari Kudus dan sudah mendunia?
Menjadi Brand Legend Berkat Ketekunan
Seperti yang pernah FULLSTOP Branding Agency Indonesia bahas di artikel-artikel sebelumnya, brand yang legend biasanya memiliki kekuatan pada konsistensi membangun karakter.
Sama halnya dengan kelima brand ini. Lahir di tahun 1990-an, kelimanya membangun brand recognition yang statis, namun tetap dapat menyesuaikan perkembangan zaman yang dinamis. Itulah mengapa, USP selalu perlu diutamakan.
Yang perlu bergerak dinamis adalah tools branding dan marketing teman-teman. Sedangkan untuk USP dan Brand Identity hanya perlu dikembangkan di momen-momen tertentu saja. Apalagi banyaknya persaingan bisnis yang sekarang ini kita hadapi.
Ibarat setelah berkenalan dan dikenal oleh beberapa teman, USP dan Brand Identity teman-teman tiba-tiba saja berubah, atau sering sekali berubah. Apakah branding strategy seperti ini akan mudah diingat dan dikenal?
Tentunya NGGAK kan, teman-teman?
So, siapkah teman-teman mengarungi 2024 dengan brand recognition yang kuat dari target market?
Yuk kuatkan bareng SuperSkwad FULLSTOP Branding Agency Indonesia!