TikTok Shop & Meta Ramai Soal Social Commerce, Apa Sih Bedanya dengan E-Commerce?
Masih ingat dengan pemberitaan tentang Tanah Abang yang sepi pengunjung, lalu direspon Pemerintah dengan Revisi Permendag No. 50 Tahun 2020?
Yap, FULLSTOP Branding Agency Indonesia sendiri pernah membahasnya di sini, dan menyayangkan jika hubungan antara platform media sosial dengan business owner jadi renggang karena adanya hal-hal seperti ini. Eits, namun FULLSTOP Creative Agency Surabaya ingin memberikan disclaimer bahwa bukan berarti FULLSTOP memihak salah satunya, ya. Namun adanya konflik yang masih hangat ini jika ditarik melalui kacamata objektif seperti yang pernah FULLSTOP sampaikan di artikel sebelumnya.
Seharusnya keduanya punya hubungan simbiosis mutualisme yang baik agar tercipta perkembangan ekonomi dan bisnis di Indonesia yang juga lebih sejahtera. Daripada bahas yang salah atau yang benar, FULLSTOP Branding Agency Indonesia kali ini ingin membahas perbedaan dari Social Commerce dan E-Commerce dari adanya case TikTok Shop dan Tanah Abang ini. Karena… baru-baru ini lagi rame juga nih.
Yap!
Tidak hanya TikTok saja, tapi ada nama brand “Meta” di tengah polemik social commerce.
Lantas apa yang diributkan oleh Meta sejauh kasus ini sedang viral kemarin?
Instagram dan Facebook ramai-ramai ingin mendapatkan izin sebagai Social Commerce. Tidak dapat dipungkiri hal ini tentunya sebagai branding strategy untuk membangun TRUST para penggunanya agar tidak terkesan ‘mengabaikan’ rules dari Pemerintah.
Sebenarnya, apa sih sebenarnya perbedaan Social Commerce dan E-Commerce?
Perbedaan Social Commerce dan E-Commerce
Terdapat beberapa perbedaan yang FULLSTOP Creative Agency Surabaya temukan pada 2 jenis platform ini.
1. Flow Platform
Jika teman-teman ingin mudah berbelanja dengan penggunaan optimasi keyword produk pada search bar (SEO), maka gunakanlah E-Commerce sejenis Shopee, Tokopedia atau Lazada. Namun jika teman-teman mencari kemudahan belanja dengan adanya fitur konten iklan pada media sosial, maka social commerce-lah yang bisa teman-teman pilih.
2. Algoritma
E-commerce seperti Shopee, Tokopedia dan Lazada perlu dioptimalkan melalui SEO karena media yang digunakannya berupa sebuah website tunggal. Sedangkan, untuk Social Commerce mempunyai algoritma yang cukup mudah melalui perilaku konsumen saat menggunakan sebuah social media platform.
Pernah memperhatikan algoritma Instagram? Semakin sering teman-teman UMKM dan family business owner mencari topik tertentu, maka Instagram akan menilai bahwa topik inilah yang menjadi interest utama teman-teman.
3. Jangkauan Audience
Tidak dapat dipungkiri bahwa algoritma social media akan lebih mengoptimalkan jangkauan yang lebih luas. Seperti riset yang dikutip FULLSTOP melalui sebuah jurnal penelitian (yang juga bersumber dari Hootsuite), 170 juta penduduk Indonesia merupakan pengguna media sosial.
Karena social media digunakan oleh banyak kelompok usia dan demografi, maka Social Commerce tentu dapat menjangkau audience lebih besar. Berbeda dengan target audience E-Commerce yang memang lebih spesifik pada mereka yang interest untuk berbelanja online. Tentunya perbandingan ini tidak dapat dijadikan kesimpulan yang pakem ya. Ini semua tergantung pada seberapa besar interest target market terhadap kedua jenis platform ini.
Ketiga perbedaan mendasar tersebut dapat teman-teman pelajari sebagai marketing strategy maupun branding strategy. Mulai dari menyusun flow platform yang lebih user-friendly, mempelajari algoritma sebuah platform dan memperkirakan jangkauan audience di setiap campaign yang dibuat, teman-teman UMKM dan family business owner tentunya menjadi lebih terbantu karena goals marketing strategy dan branding strategy terlihat lebih jelas dan tidak membutakan arah.
Selain itu, FULLSTOP Branding Agency Indonesia juga ingin menyampaikan analisa bahwa keduanya hadir di perkembangan bisnis teman-teman bukan untuk saling diperdebatkan, ya.
Apa yang dilakukan TikTok Shop untuk mengidentikkan brand-nya seperti E-Commerce sebenarnya bukan untuk mematikan pasar E-Commerce yang sudah merajai pasar, namun tujuannya untuk memudahkan seseorang belanja saat sedang akses TikTok. Begitupun untuk E-Commerce seperti Shopee, Lazada dan Tokopedia. Kehadirannya bukan untuk menyaingi social media platform. Namun justru E-Commerce hadir juga untuk memperluas jangkauan para UMKM dan family business owner untuk membuka Official Store-nya di sana.
Meski Berbeda, Fungsi Utamanya Sama Yaitu Sumber Income!
FULLSTOP Branding Indonesia yang sudah bergerak dan menjadi creative agency Surabaya handal sejak 2012 pastinya mengerti banget apa sih yang jadi concern teman-teman UMKM dan family business owner. Yap, pastinya sumber income!
Tidak adanya TikTok di bulan Oktober kemarin tentunya cukup membawa pengaruh bagi kesehatan keuangan bisnis keluarga teman-teman semua yang aktif di online. Meski TikTok dan Shopee sama-sama kuat – apalagi dengan adanya diskon besar-besaran Shopee LIVE beberapa waktu belakangan – yang namanya kejadian langka tiba-tiba TikTok tutup pasti sedikit banyak memberikan pengaruh.
Namun, kalau teman-teman family business owner pandai mencari kesempatan, atau mungkin seperti beberapa client FULLSTOP Branding Agency Indonesia yang kami bantu arahkan social media activation dan commerce-nya, bulan Oktober pasti penuh dengan kejutan-kejutan baru. Salah satu contohnya adalah gerakan cepat Lazada yang tiba-tiba menawarkan berbagai macam program menguntungkan untuk seller di platform e-commerce tersebut. Kesempatan lain juga bisa datang bukan dari social commerce atau e-commerce, tapi dari OFFLINE ACTIVATION. Yap… tidak adanya COVID-19 membuat pasar menjadi berubah total karena sekarang ada banyak banget offline events yang bisa dijajaki oleh teman-teman family business owner. Hmm, tidak punya modal atau manpower yang cukup untuk offline event? Tidak masalah sih, karena opportunity untuk social media activation seperti kolaborasi dan kegiatan digital seperti program diet FUKUMI x Coach Hansboling juga sangat mungkin untuk dilakukan.
Intinya satu.
Entah social commerce, e-commerce, social media activation, ATL marketing, apa pun itu, semuanya memiliki potensi menjadi sumber income apabila dilakukan dengan tepat!
Berhubung social commerce sudah secara resmi dilarang oleh pemerintah Republik Indonesia, nah berarti tinggal bagaimana kita pintar-pintar mencari solusi atau alternatif sumber income lain. Lagian… dulu sebelum ada TikTok Shop pun, income masih aman-aman saja dan trend income cenderung naik kan pastinya?
Yap, the same rules apply.
Teman-teman family business owner tidak sendiri kok di sini. Semua business owner se-Indonesia mengalami hal yang sama. But no worries, dengan research, insight yang tepat, apalagi kalau dibantu juga dengan business insight marketing agency seperti FULLSTOP Branding Indonesia yang sudah berpengalaman, teman-teman PASTI BISA memanfaatkan momen ini lebih optimal.