HOT NEWS! Pasar Tanah Abang Sepi, Pemerintah Beraksi Menutup TikTok Shop (Part 1)
Pasar Tanah Abang akhir-akhir ini sedang berduka. Dilanda sepi pengunjung membuat para pedagang Tanah Abang mengeluhkan omzetnya menurun sejak lebaran beberapa bulan lalu. Di antara mereka banyak yang mengeluhkan,
“Percuma jualan online juga sepi! Tolong pemerintah gimana ini solusinya? Atau platform jualan live streaming lebih baik ditutup saja, supaya pasar kita nggak mati?!?”
Lantas, bagaimana jawaban dari Pemerintah?
Dilansir dari CNBC Indonesia, Pemerintah telah mengumumkan adanya revisi Permendag 50 Tahun 2020 kemarin (26/09). Menteri Perdagangan menyampaikan bahwa social media hanya boleh mempromosikan seperti peran media televisi sampai hari ini. Nggak boleh melakukan transaksi ataupun melakukan pembayaran secara langsung melalui social media.
Sedangkan melansir dari Kompas, Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyampaikan bahwa kebijakan pemerintah tentang revisi Permendag ini masih perlu dikaji. Mengapa? Karena TikTok sudah melengkapi izin dari pemerintah baik secara platform media sosial maupun sebagai salah satu e-commerce di Indonesia. Hal ini justru yang melemahkan UU tersebut karena TikTok nggak melakukan pelanggaran sama sekali. Selain itu menurut Menkominfo TikTok sendiri sudah banyak membantu awareness UMKM yang produk-produknya memang asli buatan penduduk Indonesia.
Lantas, sisi yang mana yang salah sehingga Pasar Tanah Abang menjadi sepi dengan kehadiran e-commerce ini?
Ini nih yang menjadi topik menarik perhatian FULLSTOP Branding Indonesia sebagai salah satu pelaku creative agency di industri ini. Yap, menarik banget karena peran media sosial dan e-commerce kali ini diisukan kontradiktif. Keduanya nggak saling mendukung dan nggak cocok dijadikan dalam satu rumah. Kira-kira analoginya seperti itu. Gimana ya pendapat FULLSTOP Creative Agency Surabaya mengenai hal ini?
Apa yang Salah?
Menanggapi isu yang sedang terjadi, sepertinya FULLSTOP Branding Agency Indonesia juga nggak bisa sepenuhnya main tunjuk-tunjukan siapa yang benar dan siapa yang salah.
Penyebab Pasar Tanah Abang sepi juga bukan berarti sepenuhnya salah e-commerce. Tapi apakah itu berarti salah pedagang Tanah Abang? Hmm, tidak juga. Pedagang di Tanah Abang juga sudah melakukan upaya yang sama sebagai marketing strategy dengan menjalankan berjualan secara live streaming, namun hasilnya pun nihil.
Seperti yang sudah FULLSTOP Branding Indonesia mention di awal, bahwa penjualan di Tanah Abang ini sepi sejak lebaran beberapa bulan lalu. So, hal inilah juga yang sebenarnya nggak bisa disimpulkan kalau adanya social e-commerce menjadi biang kerok sepinya pengunjung Tanah Abang. Pasar yang punya nama lain Pasar Sabtu (karena dulu hanya buka hari Sabtu) ini, didirikan pada tahun 1735 oleh Yustinus Vinck. Nggak hanya menjual pakaian saja, Pasar Tanah Abang juga menjual oleh-oleh haji dan menjadi pusat perekonomian warga setempat.
Membangun awareness ‘selalu ramai tiap weekend’, membuat brand recognition Pasar Tanah Abang juga makin kuat karena dulu dibuka hanya pada hari Sabtu. Dibagi menjadi 3 wilayah, melansir dari Rumah.com, pasar ini memang terkenal menjadi pusat grosir internasional karena merupakan pasar terbesar di kawasan Asia Tenggara. Menurut data dari Kontan (2021) (yang kami lansir dari Rumah.com), Pasar Tanah Abang nggak pernah sepi pengunjung meskipun saat pandemi. Perkiraan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), omzet produk tekstil yang ada di Pasar Tanah Abang mencapai 40% dari total omzet perdagangan tekstil nasional. Perkiraan ini dihitung dari sektor pedagang yang ada di tenant maupun kaki lima.
Nah, yang aneh di sini adalah, mengapa Pasar Tanah Abang sepi pengunjung sejak lebaran kemarin saja? Mengapa sebelum-sebelumnya tidak sepi meski sudah ada e-commerce seperti Shopee dan Tokopedia di Indonesia? Bahkan TikTok Shop pun sudah ada sejak tahun 2020-an di masa pandemi.
Dari sini saja sudah terlihat bahwa keberadaan social e-commerce tidak bisa jadi satu-satunya penyebab Tanah Abang sepi. Karena di masa pandemi saja Tanah Abang masih berhasil meraup banyaknya pengunjung yang minat untuk membeli dagangan yang ditawarkannya. Lantas, apa yang salah?
Persaingan Harga
Melansir dari Republika, menurut salah satu pedagang di Tanah Abang, harga yang ditawarkan UMKM lain yang berjualan di TikTok Shop nggak masuk akal. Biasanya ia menjual gamis seharga Rp 100 Ribu, tapi penjual di TikTok Shop memberi harga hanya sebesar Rp 39 Ribu.
Hal inilah yang menurut FULLSTOP Creative Agency Surabaya juga cukup mencengangkan karena perbandingan harganya bahkan lebih dari 50% dari offline store. Menurut penelitian yang FULLSTOP Branding Indonesia observasi, hal ini dinamakan Predatory Pricing. Strategi ini digunakan saat penjual menawarkan harga di bawah biaya produksinya. Strategi ini akan dianggap persaingan yang nggak sehat apabila pelaku usaha yang lain menjadi lemah dan atau usaha baru juga nggak bisa ikut bersaing karena adanya harga yang cukup rendah.
Eitsss, tenang dulu teman-teman. Tapi bukan berarti Predatory Pricing ini jadi kesimpulan absolut dari FULLSTOP Branding Agency Indonesia, yah. Masih ada hipotesa penyebab lainnya yang bisa dipelajari bersama-sama. Apa itu? Simak penjelasannya berikut!
Adanya Produk Impor yang Mudah Sekali Dijual Kembali
Terlepas dari sudah legal atau ternyata masih ilegal, di sini FULLSTOP Creative Agency Surabaya ingin menegaskan bahwa seharusnya kehadiran social e-commerce dapat memfasilitasi produk-produk lokal sehingga keuntungan UMKM dan family business owner merata.
Adanya filter terhadap pelaku bisnis yang mendaftarkan diri di TikTok Shop ataupun e-commerce lainnya, menurut FULLSTOP Branding Agency Indonesia, juga masih belum memiliki batasan yang strict dari pengaplikasian social e-commerce yang ada.
Makanya nggak heran kalau simbiosis mutualisme antara social e-commerce dengan UMKM jadi hilang karena memang keuntungan yang didapat juga dimakan oleh pelaku bisnis dengan produk-produk impor ini nih. Apalagi sama-sama melakukan predatory pricing. Inilah yang memancing adanya impulsive buying dari target market TikTok Shop dan e-commerce lainnya.
Apalagi, tahun ini, semua platform e-commerce mulai gila-gilaan bakar uang untuk membuat orang Indonesia jadi gila belanja. Banyak banget promo-promo menggiurkan, mulai dari Diskon 50% di Shopee LIVE, diskon besar-besaran di TikTok Shop Shopping Center, dan Tokopedia WIB, dan masih banyak lagi. Dan di kasus ini, TikTok yang notabene dari China dan merupakan platform social media sekaligus e-commerce, memiliki keuntungan karena bisa “mengatur” algoritma agar menampilkan video dan produk-produk dengan harga semurah mungkin untuk tampil di FYP user.
Terlepas apakah algoritma memunculkan produk murah ini disengaja atau tidak, tapi pada dasarnya, instinct manusia adalah untuk membayar harga yang lebih murah untuk produk dengan jenis dan kualitas yang dinilai sama. Mungkin, itu pula yang menyebabkan produk harga terendah-lah yang sering muncul di FYP, sehingga menenggelamkan produk-produk UMKM atau family business di Indonesia.
Tapi poin ini menurut FULLSTOP Creative Agency Surabaya juga belum sepenuhnya benar lho! Ada satu lagi hipotesa versi FULLSTOP berikut.
Kurang Meratanya Edukasi Digital Marketing
Di era digital 4.0 seperti sekarang ini, memang penting untuk teman-teman UMKM dan family business owner mempelajari betul bagaimana digital marketing dan social media activation dapat mendukung branding strategy.
Terlihat dari adanya keluhan pedagang Tanah Abang yang juga mencoba jualan online tapi SEPI, maka hal inilah yang menjadi poin FULLSTOP Branding Agency Indonesia untuk membuat hipotesa satu ini. Karena jualan online nggak hanya SEKEDAR live streaming dan cas ces cos di depan HP lho, teman-teman.
Seperti yang tim KOL Management FULLSTOP lakukan saat support opening Wizzmie. Butuh riset mengenai personal branding KOL maupun niche bisnis Wizzmie sendiri. Nggak gampang lho, Wizzmie bisa buka 14 cabang sampai hari ini! Terlihat gampang jika teman-teman melakukannya dengan riset dan analisa yang tepat.
Kayaknya topik kali ini nggak cukup FULLSTOP analisa hanya dalam satu artikel. Agar teman-teman mudah memahaminya, tetep stay tuned di blog FULLSTOP agar bisa langsung baca part-2 nya ya teman-teman!