Semua yang Harus Kamu Ketahui tentang Perang Dingin Indomie & Mie Gaga

Semua yang Harus Kamu Ketahui tentang Perang Dingin Indomie & Mie Gaga

Posted by Fullstop Indonesia on 06 September 2023

Lagi-lagi top brand mie instan di Indonesia satu ini bikin netizen jadi makin kepo. Yap, Indomie lagi-lagi jadi topik hangat setelah beberapa kali viral karena adanya inovasi produk Es Krim Indomie yang juga pernah FULLSTOP Branding Agency Indonesia bahas beberapa waktu lalu.

Kali ini beda cerita, beda kegentingan.

Disebut-sebut telah bersaing sejak tahun 1970-an, Indomie dan Mie Gaga mengumumkan persaingannya pada publik di akhir Agustus lalu. Sebenarnya menurut FULLSTOP persaingan ini bukanlah hal yang harus diumumkan atau ditutup-tutupi juga. Seperti persaingan Barbie dan Oppenheimer lalu, keduanya juga menjadi persaingan bisnis di industri perfilman yang wajar-wajar saja terjadi.

Ngomong-ngomong soal persaingan, sebenarnya siapa sih yang menyerang terlebih dahulu? FULLSTOP Creative Agency Surabaya jadi makin penasaran.

Dan siapakah dalan perseteruan ini?

Yuk kita kupas satu-satu!

Siapa Sebenarnya Pencipta Indomie?

Siapakah pencipta Indomie sebenarnya? Djajadi Djaja atau Sudono Salim?

Sepertinya pembahasan ini juga jadi viral karena perang dingin yang sedang terjadi. Dua tokoh utama di balik Mie Gaga dan Indomie ini ternyata memiliki sejarah yang panjang. Mulai dari bersahabat sampai akhirnya bertarung satu sama lain.

Melansir dari CNBC Indonesia, mie instan di Indonesia sebenarnya dimulai oleh kemunculan Supermi di bawah PT. Lima Satu Sankyu (didirikan hasil kerjasama perusahaan Jepang Sankyo Shokuhin Kabushiki Kaisha dengan PT Lima Satu milik Sjarif Adil Sagala dan Eka Widjaja Moeis) pada tahun 1968. Pada tahun 1970, barulah Supermi mendapat pesaing baru yakni Indomie, di bawah PT. Sanmaru Food yang didirikan oleh Djajadi Djaja, Wagyu Tjuandi, Ulong Senjaya, dan Pandi Kusuma, serta berada di bawah jaringan Grup Djangkar Djati. Grup Djangkar Djati sebenarnya sudah ada sejak tahun 1964 dan didirikan oleh Djajadi Djaja. Selang 10 tahun, persaingan berjalan dengan sehat. Baru di tahun 1980, sejak kelangkaan beras terjadi, Sudono Salim muncul sebagai pencetus Sarimi. Di bawah PT. Sarimi Asli Jaya, Sarimi hadir untuk menjadi pesaing Indomie dan Supermi. Saat itu, kehadiran Sarimi seolah didukung pula oleh pemerintah karena perlunya pengganti beras sebagai bahan pokok. Salim cukup percaya diri menyaingi Indomie dan Supermi saat itu.

Masuk ke pertengahan tahun 1980, Salim menjadi bingung karena beras kembali menjadi bahan pokok utama yang tidak langka. Dari sinilah Salim dan Djajadi memulai persaingannya. Pertarungan mereka dimulai dari penolakan Djajadi atas permohonan kerjasama Salim. Saat itu, Salim cukup muak dan memberanikan diri untuk merogoh kocek hingga US$ 10 juta. Salim membuktikan hal ini dengan penguasaan pasar mie instan diperoleh Sarimi sebesar 40% saat itu. Di sinilah Djajadi takluk dengan usaha Salim. Salim pun kembali menawarkan proposal kerjasama dengan Djajadi.

Melalui penawaran keduanya, mereka berhasil menyepakati pendirian PT. Indofood Interna pada tahun 1984. Pendirian Indofood ini juga menghasilkan pembagian saham di antara keduanya, 57,5% saham Djajadi dan Salim memiliki saham sebesar 42,5%. Seiring berjalannya waktu, persaingan bisnis ini secara sehat tetap berlangsung. Supermi di bawah PT. Lima Satu Sankyu juga berhasil diakuisisi oleh Indofood.

Benarkah Indomie Masih Dibawah Kendali Djajadi?

Masih melansir dari CNBC Indonesia, pada tahun 1994 Sudono Salim mengambil alih Indomie di bawah PT. Indofood Sukses Makmur. Di sinilah awal mula cerita viral Indomie dan Mie Gaga. Berita-berita menyebutkan bahwa Djajadi Djaja “ditendang” dan “disingkirkan”. Sejak kepemimpinan Presiden Soeharto, Djajadi memilih diam dan tidak melakukan apa-apa di bawah kekuasaan Salim atas PT. Indofood Sukses Makmur. Namun setelah Soeharto lengser, Djajadi mengumumkan keterpaksaannya untuk menjual perusahaan beserta 11 merek miliknya pada PT. Indofood Sukses Makmur. Bahkan Djajadi mengklaim bahwa hak aset tersebut bukanlah milik PT. Sanmaru Food melainkan miliknya secara pribadi. Kasus ini dibawa Djajadi hingga ke Pengadilan Negeri Jakarta hingga Mahkamah Agung namun keduanya menolak laporan tersebut. Bertahun-tahun upaya Djajadi menarik semuanya menjadi hak miliknya, namun hasilnya nihil. Karena menurut badan hukum pun, hak aset dan hak milik Indomie secara birokrasi yang benar masih tetap menjadi milik PT. Indofood Sukses Makmur.

Kalau teman-teman menonton drama korea, pasti sudah tidak asing lagi dengan scene rapat Board of Director yang membahas tentang kepemilikan share di perusahaan tersebut. Jujur saja, menurut FULLSTOP Branding Agency Indonesia nih ya, kita sebagai masyarakat tidak bisa asal menerka apa yang terjadi di rapat direksi itu. Dan sampai detik ini, karena dari pihak Indomie masih diam dan pihak Djajadi Djaja pun tidak memberikan statement yang jelas, tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi selain mereka, para pengacara, dan orang-orang yang secara langsung terlibat.

Saat ini, Indomie tetap berada di bawah kendali Sudono Salim (PT. Indofood Sukses Makmur) dan tetap ‘top of mind’ di antara mie instan lainnya.

Bagaimana nasib Djajadi Djaja?

Djajadi kini adalah presiden komisaris PT. Jakarana Tama yang memproduksi Mie Gaga.

Apakah Ini Strategi Viral Marketing?

Terlepas dari pemberitaan yang sedang hangat, bagaimana marketing analysis FULLSTOP Branding Agency Indonesia terhadap kasus seperti ini?

Apakah terselip marketing strategy dari pihak Mie Gaga setelah Djajadi Djaja “buka suara” bahwa dirinya juga ikut andil dalam pendirian Indomie?

Melalui perjalanan panjang sejarah Indomie sendiri, sebenarnya wajar saja kita membayangkan bahwa Mie Gaga-lah yang menyusun hal ini sebagai viral marketing strategy. Kemelut persaingan yang telah dibangun sejak lama antara Djajadi Djaja dan Sudono Salim juga bukanlah hal yang termasuk ‘privasi’ untuk kemudian muncul larangan mempublikasi hal seperti ini.

Tentunya kompetensi Djajadi dan Salim terlihat begitu jelas setelah cerita ini viral di social media. Sengaja atau tidak sengaja dipublikasi, cerita ini berhasil menjadi marketing strategy bagi Mie Gaga.

Konspirasi di Balik Viral Marketing

Tidak dapat dipungkiri, saham Indomie turun sejak viralnya cerita ini di social media, hingga kabarnya mengalami kerugian lebih dari 5 triliun rupiah. Karena saham anjlok, banyak banget nih konspirasi khususnya di komunitas “yang melek finansial”. Ada secuil kecurigaan kalau semua ini hanyalah skenario belaka dari pemain saham kelas kakap, supaya saham Indomie turun dan bisa dibeli dengan harga yang murah. Ya… karena memang walaupun kasus ini membuat Mie Gaga jadi pusat perhatian, nyatanya masih banyak banget orang-orang yang mengonsumsi Indomie. Brand yang sudah berdiri lama ini sudah mengambil hati ratusan juta masyarakat Indonesia sehingga cerita viral seperti ini tidak akan membuat perusahaan bangkrut begitu saja. Jadi, nggak sedikit orang-orang yang mengambil kesempatan turunnya saham Indomie untuk membeli saham, dengan prediksi kedepannya Indomie masih tetap akan berjaya sehingga mereka bisa meraup cuan.

That being said, apa pun itu motif di balik viralnya perang dingin Indomie dan Mie Gaga, persaingan bisnis seperti ini cukup lazim terjadi. Sampai detik ini, belum ada kejelasan yang konkrit tentang cerita di balik Indomie dan Mie Gaga, selain konspirasi dan rumor yang beredar di social media – entah dari siapa dalangnya dan malah diikuti oleh jutaan content creator dan masyarakat yang jumping into the bandwagon.

Bagaimana pendapat teman-teman terkait perang Indomie dan Mie Gaga ini?

Back To List Blog