Quality versus Quantity Rahasia Influencer Marketing Ala Fullstop Branding Indonesia
“Masih efektif nggak sih social media activation pakai influencer?”
“Bukannya influencer ya orangnya itu-itu saja?”
Mungkin teman-teman sekalian pernah berpikir seperti ini, khususnya family business owner atau pegiat UMKM yang sering banget bingung bagaimana harus mengembangkan social media activation biar mendorong angka penjualan bisnis keluarganya. Melihat algoritma Instagram dan TikTok yang kini lebih sulit untuk diprediksi dan tidak menjamin konten influencer bakal FYP alias viral, tentu saja membuat family business owner jadi khawatir. Khawatir social media activation via influencer marketing tidak efektif. Apalagi… sekarang ada banyak orang yang berprofesi sebagai influencer. Di FULLSTOP Indonesia, database influencer aktif di Instagram (followers di atas 10,000) dan TikTok Affiliator di Jawa Timur sendiri sudah mencapai 1,200. Belum lagi influencer di ibukota DKI Jakarta.
Ya… memang ada betulnya, karena strategi influencer marketing kalau dijalankan asal-asalan, pasti hasilnya juga tidak maksimal. Percuma saja social media activation dengan influencer kalau orang yang dipilih yang itu-itu saja. Percuma saja melakukan influencer marketing dengan budget besar sampai di-endorse oleh artis nasional sebesar Raffi Ahmad & Nagita Slavina kalau memang brand family business-nya tidak cocok dengan audience digital.
Jadi, apakah influencer marketing masih efektif?
FULLSTOP Branding Indonesia sebagai creative agency Surabaya dengan tingkat keyakinan 100% menjawab: IYA, MASIH EFEKTIF.
Asalkan… dilakukan dengan strategi dan analisis yang tepat.
Pertama-tama yang perlu diluruskan di sini adalah, influencer itu siapa sih? Nah, perlu kita pahami bahwa influencer itu bukan artis. Mereka adalah key opinion leader, yang artinya opini mereka dipandang dengan baik oleh komunitas pengikutnya. Jadi, ketika kita menggunakan strategi influencer marketing untuk social media activation, yang kita bayarkan ke influencer atau KOL adalah opini mereka untuk menggiring komunitasnya menyukai brand bisnis keluarga teman-teman sekalian. Konten influencer mendapatkan reach / impression / views yang tinggi (sampai di level viral) adalah suatu bonus. Tapi sebenarnya yang kita cari dari influencer marketing adalah komunitas loyal influencer tersebut agar mengenal, mencoba, dan akhirnya menyukai brand family business anda.
Ada 2 case study influencer marketing oleh FULLSTOP Branding Indonesia yang sekiranya cocok menggambarkan efektivitas social media activation berikut.
Yang pertama adalah FUKUMI. Brand beras porang yang sekarang sudah nasional ini adalah brand yang proses kelahiran hingga pertumbuhannya hingga sekarang dihandle oleh FULLSTOP Branding Agency Indonesia. Tiap bulannya, FUKUMI memiliki sejumlah influencer yang akan secara rutin endorse brand di social media, baik Instagram maupun TikTok (sebagai affiliator). Ada tim dan analyst-in-charge yang secara khusus menangani influencer marketing FUKUMI agar dapat mencari KOL yang pandai mengomunikasikan product knowledge brand. Tujuannya? Ya supaya influencer marketing bukan sekedar memviralkan produk saja, tapi audience dari influencer benar-benar terdorong untuk membeli produk FUKUMI.
Selain FUKUMI, case study influencer marketing lain oleh tim ADSON dari FULLSTOP Branding Agency Indonesia yang patut diacungi jempol adalah brand probiotik PRO EM1. Produk suplemen kesehatan satu ini memang perlu perhatian khusus, karena tidak mudah mengedukasi masyarakat tentang pentingnya probiotik untuk tubuh. Oleh karena itu, pemilihan KOL pun dilakukan secara cermat agar edukasi tentang probiotik dan segala manfaatnya bisa tersalurkan dengan baik. Bahkan, supaya efektivitas social media activation lebih optimal, KOL analyst-in-charge FULLSTOP Branding Indonesia mencari influencer yang benar-benar punya MAAG/GERD. Yap… sebagai creative agency yang handle brand probiotik nasional ini, kami sebegitu percayanya pada manfaat probiotik bagi kesehatan. Dan benar, influencer-influencer tersebut merasakan sendiri manfaat PRO EM1. And as you can see, KOL pun bisa memberikan edukasi yang lebih meyakinkan (bukan hanya template sesuai KOL brief), tapi lebih personal. Tentu saja hal ini bikin followers influencer jadi lebih percaya!
Sampai sini, paham kan mengapa influencer marketing itu efektif?
Quality versus Quantity
Ini salah satu pertanyaan yang sering banget client-client family business owner tanyakan ke FULLSTOP Creative Agency Surabaya. Mungkin beberapa creative agency di luar sana bakal menjawab salah satu dari kedua opsi ini. Tapi kalau di FULLSTOP Branding Indonesia jawaban dari pertanyaan “Quality versus Quantity” adalah:
TERGANTUNG MARKETING GOAL & BUDGET MASING-MASING BRAND.
Tiap brand tidak bisa disamaratakan dengan strategi social media activation yang sama. Brand value yang berbeda, marketing goal yang berbeda, budget yang berbeda, target audience yang berbeda, semua ini adalah faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan oleh creative agency atau advertising agency yang teman-teman family business owner hire untuk social media activation.
Sebagai contoh, untuk keperluan grand opening sebuah restoran seperti franchise mie viral Wizzmie, dan melihat target audience brand tersebut, maka strategi influencer marketing yang dijalankan oleh FULLSTOP Branding Agency Indonesia adalah main KUALITAS. Ya tentu saja, kualitas tetap harus diperhatikan ya. Tapi in general, harus ada banyak banget influencer yang datang dan woro-woro tentang grand opening Wizzmie supaya keyword muncul di pencarian teratas. Wizzmie Sidoarjo, Wizzmie Makassar, Wizzmie Jember… berkat strategi influencer marketing yang tepat, audience pun dengan mudah mencari informasi tentang dibukanya cabang Wizzmie di tempat baru.
Untuk keperluan regular social media activation supaya lebih cepat convert ke sales di marketplace, quality di sini lebih dipentingkan daripada jumlah influencer per bulannya. Seperti yang dilakukan oleh FULLSTOP Creative Agency Surabaya untuk brand bumbu masak praktis Jay’s Kitchen, tiap bulan hasil influencer marketing selalu berimbas ke kenaikan sales. Memang, jumlah influencer kalah jauh kalau dibanding dengan Wizzmie. Dan tergantung dari rate card yang diberikan oleh influencer, jumlah KOL yang posting endorsement tiap bulan juga tidak bisa selalu sama.
Branding is Tangible
So, jangan sekali-kali bilang kalau efektivitas influencer marketing tidak bisa dinilai karena branding itu intangible. Big NO. Ketika social media activation dijalankan dengan tepat, branding 100% bakal menunjukkan tangible result kok.
Sedikit tips nih buat teman-teman pemilik bisnis keluarga atau UMKM, ketika memilih influencer, jangan tergiur dengan jumlah followers dan jumlah views dari postingan influencer sebelumnya. Namun, fokus pada tipe konten yang mereka buat dan reaksi audience di konten-konten tersebut. Apabila sekiranya tipe konten dan audience mereka cocok dengan brand teman-teman sekalian, meski followers mereka hanya belasan ribu saja, social media activation dapat teman-teman rasakan imbasnya di traffic / sales brand.