Brand Battle: Traveloka vs. Tiket.com

Brand Battle: Traveloka vs. Tiket.com

Posted by Fullstop Indonesia on 28 June 2023

Traveloka dan Tiket.com di holiday season seperti ini tentunya memiliki banyak pengunjung atau pengguna pada website dan aplikasinya yah, teman-teman. Apalagi jika peak season di momen liburan sekolah seperti sekarang ini. Momen-momen seperti ini membuat Head of Marketing dan tim Brand Development dari kedua brand perlu menyusun strategi agar target marketnya tidak pindah ke lain hati dan tetap tertarik dengan penawaran khusus dari Traveloka ataupun Tiket.com.

Sebelum masuk ke inti pembahasan, FULLSTOP Branding Agency Indonesia ingin mengajak anda untuk napak tilas sejenak tentang bagaimana workflow saat kita memesan tiket akomodasi perjalanan dulu vs sekarang.

Dulu, harus datang ke stasiun kereta api ataupun bandara untuk memesan tiket perjalanan. Sama halnya saat booking hotel. Sepertinya dulu perlu menghubungi hotelnya, baru kita bisa booking kamar sebelum sampai di kota tujuan liburan. Sekarang?

See the development of technology, today!

Sekali tap, tap, tap anda langsung bisa mendapatkan tiket pesawat, kereta api dan booking hotel. Momen liburan sekolah seperti ini sangat memudahkan anda dan anak-anak untuk berlibur dengan mudah ke berbagai kota menggunakan salah satu e-commerce atau aplikasi traveling seperti Traveloka dan Tiket.com ini. Brand yang telah menjadi incaran kaum pecinta traveling ini membuat FULLSTOP Creative Agency Surabaya tertarik mengulik branding strategy dan marketing strategynya.

Apa aja sih yang membuat kedua brand ini tetap bertahan bahkan saat Pandemi Covid-19? Dan bagaimana sih mereka membangkitkan minat target market untuk berlibur ke luar kota? Penasaran? Kepoin, yuk!

Traveloka

Memulai perjalanannya sebagai metasearch google yang membandingkan harga tiket pesawat di tahun 2012, Ferry Unardi selaku CEO dari Traveloka ini ternyata memiliki sejarah unik saat membangun Traveloka. Berangkat dari kesulitannya membeli tiket pesawat saat ingin pulang ke Sumatera Barat, Padang dari Amerika, Ferry Unardi mencetuskan ide untuk membuat layanan layaknya travel agent konvensional dalam bentuk Traveloka ini.

Secara tidak langsung, ternyata Ferry dan 2 sahabatnya (Derianto Kusuma dan Albert S) telah membangun sistem yang menjadi solusi bagi banyak orang sesuai dengan berkembangnya teknologi. Mereka saat itu merasa kesulitan untuk melakukan perjalanan dari luar negeri menuju ke Indonesia. Oleh karena itu, hal inilah yang menjadi alasan utama ketiganya mencoba membangun situs travel agent agar memberikan solusi bagi siapa saja yang juga mengalami hal serupa seperti mereka. Seiring berjalannya waktu, Traveloka menjadi e-commerce yang lifetime karena fitur-fitur yang dikembangkannya juga mengikuti seiring dengan kebutuhan target marketnya.

Mumpung momennya juga masih momen liburan sekolah, sepertinya menarik untuk membahas keberhasilan brand dengan logo burung biru ini, yaa. Apa aja sih yang menjadi poin penting dari branding strategy dan marketing strategy Traveloka hingga dapat melewati 1 dekadenya? Yuk simak brand analysis FULLSTOP Branding Agency Indonesia berikut!

Pertama, Mengikuti Pain Point Buyer Persona

Belajar dari kesulitannya sendiri, ternyata Ferry Unardi cukup peka untuk membaca kebutuhan target marketnya. Melihat permintaan akan kebutuhan situs pemesanan tiket pesawat, akhirnya di pertengahan tahun 2013, Ferry Unardi dan dua sahabatnya (Derianto Kusuma dan Albert S), memutuskan untuk mengubah fungsi dari Traveloka menjadi situs pemesanan tiket pesawat juga (sebelumnya hanya pembanding harga tiket pesawat dan mesin pencari tiket pesawat saja). Hal inilah yang menjadi pencetus utama Traveloka menjadi incaran target marketnya yang membutuhkan akomodasi antar kota dan antar provinsi (bahkan antar negara).

Di tahun 2014, Ferry Unardi dan 2 sahabatnya mulai mengembangkan kembali Traveloka menjadi situs yang menyediakan kemudahan untuk booking kamar hotel dari mana saja. Sampai akhirnya, belajar dari keluhan-keluhan customer yang masuk, Traveloka telah memberikan layanan pemesanan tiket kereta, bus dan rental mobil untuk memenuhi kebutuhan target marketnya. Selain hotel, anda juga dapat booking villa, apartment, guest house dan resort melalui Traveloka.

Tanpa beralih dari core idea business-nya, Traveloka masih konsisten menjalankan branding strategy-nya sebagai e-commerce yang bergerak di bidang travel. Hingga berhasil bersanding dengan startup unggulan lainnya, Traveloka telah membuktikan bahwa berjualan jasa travel di Indonesia bukanlah hal yang salah.

Kedua, Tidak Pernah Berhenti Berinovasi

Bergeser dari fokusnya terhadap bidang pariwisata, Traveloka mencoba mendekatkan diri dengan audience melalui fitur terbarunya seperti Traveloka Eats pada tahun 2021 di masa pandemi. Fitur yang sempat menyaingi startup unggulan tetangga dalam hal pesan-antar makanan ini ternyata dibuat oleh Traveloka agar dapat melayani kebutuhan penggunanya menjadi lebih luas. Apalagi saat pandemi, boost fitur yang berhubungan dengan traveling tidak begitu menunjukkan hasil yang optimal. Hal inilah yang juga membuat Traveloka ingin menjadi lifestyle super app berbasis human technology agar dapat melayani kebutuhan audience.

Agar lebih dekat dengan penggunanya, Traveloka akhirnya menyiapkan Traveloka Points dan Traveloka Priority juga agar pengguna dengan mudah mendapatkan reward saat menggunakan Traveloka. Traveloka Priority dibagi dalam 4 level, Bronze, Silver, Gold dan Platinum dan pemenuhan level-level ini tentunya akan didapat pengguna saat berhasil mengumpulkan poin dan mendapatkan reward dalam beberapa penggunaan fitur yang berlaku.

Kegigihan berinovasi inilah yang membuat marketing strategy Traveloka juga berhasil mendapat perhatian hingga kancah internasional. Kemudahan yang Traveloka tawarkan, ternyata menciptakan kesuksesan yang lebih besar untuk pangsa pasarnya di luar Indonesia.

Tiket.com

Memulai perjalanan karirnya lebih dulu dibanding Traveloka, Tiket.com ternyata juga menjadi online travel agent yang tak mau kalah saing. Launching di Agustus 2011, Natali Winarto, Wenas Agusetiawan, Mikhael Gaery Undarsa, dan Dimas Surya Yaputra membangun tiket.com untuk mulai memenuhi kebutuhan target marketnya.  Memutus tahapan-tahapan yang cukup rumit dalam pemesanan tiket pesawat, kereta, bus dan lainnya, tiket.com telah berhasil menjadi partner PT. KAI sejak tahun 2012. Kemudian di tahun 2014, tiket.com telah merambah kerjasamanya dengan perusahaan maskapai penerbangan Garuda Indonesia. Memulai perjalanannya dengan menggaet BUMN, akhirnya pada tahun 2018 tiket.com berhasil menjadi partner resmi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia.

Lantas, apa sih yang membuat tiket.com tetap bertahan bersanding dengan Traveloka hari ini? Yuk simak pembahasannya berikut!

Pertama, Konsisten Berikan Promo pada Loyal Customer

Terlihat seperti melakukan pergerakan bawah tanah, tiket.com ternyata memiliki branding strategy dan marketing strategy tersendiri agar tetap diidam-idamkan oleh target marketnya.

Tiket.com tidak pernah melakukan boost promotion yang gila-gilaan, namun tiket.com fokus untuk mengirimkan promosi rutin melalui email blast pada loyal customer-nya. Dilansir dari Kata Alpha, hal inilah yang menjadikan tiket.com berhasil konsisten dan secara perlahan tetap menjadi top online travel agent di Indonesia.

Hal ini dilakukan tiket.com karena ingin fokus menjalankan branding strategy yang melayani customer dengan aman dan nyaman, tanpa perlu mengeluarkan biaya yang juga banyak. Memang benar bahwa boost promosi dibutuhkan oleh startup untuk mengejar goals targetnya, namun jika tidak memperhatikan budgeting sepertinya juga menjadi keputusan yang kurang bijak.

Membangun branding strategy pada loyal customer menurut FULLSTOP Creative Agency Surabaya merupakan sebuah langkah yang juga tepat. Memanjakan mereka yang telah loyal pada kita menjadi best decision untuk menyamankan seseorang menggunakan produk atau jasa anda.

Kedua, Management yang Apik dan Visionary

Meskipun dilanda pandemi yang pastinya membuat income Tiket.com menurun pesat, tapi hebatnya, Tiket.com sama sekali tidak melakukan PHK. Tidak ada satupun staff Tiket.com yang kena imbas layoff, di tengah-tengah ramainya PHK di perusahaan-perusahaan besar khususnya industri pariwisata. Dikatakan perusahaan tetap memegang keyakinan bahwa pegawai adalah investasi dan faktor pendukung terbesar untuk perusahaan.

"Pandemi menyerang industri travel paling besar, dalam waktu 2 tahun tidak ada yang mau berwisata. Kami masih percaya dengan industri ini dan travel menjadi esensial. Kami menyadari bahwa ada kesempatan besar, karena saat krisis biasanya ada big button yang disebut reset," kata Gaery selaku Co-Founder & CMO Tiket.com.

Yap, sebanyak 1,200 staff Tiket.com terus bertahan meski pandemi COVID-19 melanda.

Untuk menyeimbangkan financial scale Tiket.com agar tidak bangkrut, Tiket.com mengakali marketing strategy-nya dengan diversifikasi service Tiket.com untuk meng-cover produk-produk non-essential pendukung perjalanan. Salah satunya adalah trend staycation yang sedang happening banget di kalangan target audience-nya. Pertumbuhan tertinggi datang dari penjualan tiket aktivitas liburan TO DO yang melonjak hingga 10% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.

Dan ketika pandemi sudah berubah menjadi endemi, apalagi adanya mandat dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno untuk menggiatkan kembali pariwisata Indonesia, Tiket.com pun menjadi salah satu stakeholder yang dipercaya oleh pemerintah untuk bantu boost masyarakat untuk liburan #DiIndonesiaAja . Bukan sekedar menjalankan campaign saja, tapi Tiket.com pun memberikan diskon besar-besaran hingga naik 45% di periode OTW (Online Ticket Week).

Jadi… Traveloka atau Tiket.com?

Kedua brand besar ini adalah key player yang tampaknya menduduki peringkat yang sama di kalangan user Indonesia. Mustahil membandingkan keduanya, karena masing-masing memiliki branding strategy dan marketing strategy yang berbeda. Visi misi dan goal-nya pun pasti tak sama persis. Yang perlu kita perhatikan di sini adalah pengembangan bisnis keduanya. FULLSTOP Branding Agency Indonesia mengamati bahwa Traveloka dan Tiket.com tidak hanya mempertahankan USP saja. Mereka juga tidak “kaku” dengan strategy yang sudah mereka jalankan. ON THE CONTRARY, mereka memberanikan diri untuk berinovasi dan memikirkan big picture!

Berinovasi untuk memenuhi kebutuhan target market sesuai eranya Traveloka lakukan agar semakin dekat dengan audience. Begitupun yang dilakukan tiket.com, memberikan promosi untuk loyal customer menandakan bahwa mengikatkan diri pada mereka menjadi pilihan yang tepat agar mereka pun tidak mudah pindah ke lain hati.

Jadi, kira-kira ada nggak nih branding strategy atau marketing strategy yang bisa kamu contoh untuk diaplikasikan ke business-mu?

Back To List Blog