Menjadi Konser yang Paling Ditunggu-tunggu Berkat Kekuatan Brand Identity Band
First and foremost, congrats buat teman-teman yang sukses war ticket konser Coldplay in Jakarta ya!!
Buat yang belum kebagian.. Jangan berkecil hati. Tetap sabar menunggu di waiting room ya… dan tenang saja, masih ada kesempatan di general sale tiket konser Coldplay tanggal 19 Mei nanti.
Menjadi rock band yang sudah melampaui usia 25 tahun, Coldplay telah memberikan masyarakat dunia segudang lagu yang tidak hanya enak didengarkan, tapi juga menyentuh hati lintas generasi. Mulai dari lagu-lagu upbeat seperti Viva La Vida, Hymn for the Weekend, A Sky Full of Stars, hingga lagu galau berjudul Fix You yang bikin sejuta umat menangis… Coldplay can do it all. Tidak peduli lagu lama atau lagu baru, pasti ada saja lagu Coldplay yang masuk ke playlist. Berkat kepopulerannya inilah, konser perdana Coldplay di Jakarta pun menjadi berita no. 1 se-Nusantara – bahkan sebelum ada konfirmasi official dari pihak artis maupun penyelenggara.
Tidak perlu ditanyakan lagi, tentunya rahasia kesuksesan promosi konser Coldplay in Indonesia ini adalah kekuatan BRAND IDENTITY dari rock band itu sendiri. Tidak kalah dari boyband dan girlband K-Pop seperti BTS dan Blackpink, Coldplay juga memiliki branding yang sangat kuat di kalangan general public sejagad raya. Yap, mulai dari kalangan generasi Gen X, Millennial, bahkan Gen Z pun adalah fanbase dari rock band asal London ini. Tidak tanggung-tanggung, penggemar fanatik Korea pun juga adalah target market konser ini. Hayo, ingat kan kolaborasi epic antara Coldplay dan group K-Pop BTS dengan lagunya “My Universe”? Yap, berkat kolaborasi kedua group ini, fanbase Coldplay pun semakin luas. Tak pelak apabila konser mereka menjadi yang paling ditunggu-tunggu di Indonesia!
Kekuatan BRAND IDENTITY ini bisa terbentuk karena berbagai macam faktor. Lagu-lagu yang selalu hits, kualitas musik dan performance, serta karisma dari band Coldplay – khususnya si group leader, Chris Martin – ini sendiri tentunya adalah beberapa alasan mengapa brand identity dari Coldplay bisa menjadi kokoh. Tapi TIDAK hanya itu saja. Ada banyak faktor lain, branding strategy, brand activation, dan marketing strategy lain yang dijalankan oleh Coldplay (atau lebih tepatnya, oleh agency group Coldplay) untuk memastikan brand identity rock band yang debut di tahun 1997 ini tetap melekat di benak masyarakat.
Ultimate Experience: LIVE interaction
Sejak awal debut hingga sekarang, band British ini telah menjalankan sejumlah brand activation dan marketing strategy untuk berinteraksi dengan fans. Dan interaksi atau hubungan inilah yang menjadi nilai jual advertising mereka. Salah satu contohnya adalah tiket Ultimate Experience yang dijual di konser perdana Coldplay di Jakarta 2023. Memberikan kesempatan untuk para fans tajir bertemu dan berkeliling area backstage adalah salah satu marketing strategy yang bikin fans jadi makin tergiur untuk tidak melewatkan momen itu – semahal apapun tiketnya. Tidak hanya itu saja, ciri khas konser Coldplay yang mana penonton bisa mengenakan glowing wristband, lighting warna-warni yang memenuhi arena konser, dan tentunya interaksi Chris Martin dengan para penonton juga menjadi brand identity tersendiri yang membuat konser makin dinanti.
Social Media Marketing
Tahukah kamu? Coldplay adalah group pertama yang memanfaatkan fitur Event Scheduling di platform Facebook, yang merupakan strategi social media marketing untuk mengumumkan jadwal konser mereka!
Di awal masa-masa puncak app Snapchat, Coldplay juga menggunakan aplikasi social media tersebut secara optimal untuk memberikan dan berbagi “pengalaman” dengan para fans – alias fan-service. Siapa sih fans yang nggak suka melihat sneak peek kehidupan sang idola? Yap, berkat digital marketing ini, fans-fans Coldplay pun jadi tambah setia deh~
Melihat bagaimana aktif dan up-to-date para member Coldplay ini dengan social media, maka tak heran apabila rock band dengan 4 member ini juga memperluas digital marketing di platform TikTok. Algoritma TikTok yang bisa memviralkan sebuah konten ke seluruh pelosok dunia juga adalah salah satu faktor mengapa brand identity yang sudah dipupuk oleh Coldplay sejak tahun 1997 bisa tetap berdiri kokoh sampai sekarang. Apalagi, tim social media marketing dari band ini pandai sekali mengemas konten-konten yang membuat audience betah menonton video sampai akhir hingga di-replay berkali-kali. Konten live performance, dan khususnya EMOTIONAL MOMENT ketika para member Coldplay berinteraksi dengan fans, adalah senjata jitu brand activation sukses ala Coldplay di social media TikTok.
Good content production + understanding algorithm + understanding what the audience wants = 100% success rate in optimising digital marketing on TikTok
Sensory Marketing
As the name suggests, sensory marketing adalah strategi pemasaran yang difokuskan untuk membangun positive emotion/feeling dengan menstimulasi kelima panca indra. Salah satu contohnya, tidak lain tidak bukan, ya glowing wristband yang banyak diperbincangkan di social media menjelang dibukanya presale tiket konser Coldplay di Jakarta 2023. Bekerja sama dengan SD Concerts CR, group band ini menyediakan LED bracelet untuk para penonton yang mana bisa dikontrol secara jarak jauh untuk memberikan efek warna-warni yang memenuhi arena konser.
Contoh lainnya adalah pelepasan balon raksasa ketika Coldplay mengadakan konser di New York pada tahun 2016. Tepat ketika Coldplay menyanyikan lagu “Adventure of a Lifetime”, balon raksasa warna-warni dilepaskan ke area penonton. Bermain dengan balon-balon, dihiasi dekorasi lighting panggung yang menawan, sembari menikmati lantunan lagu “Adventure of a Lifetime” yang tepat dengan brand activation-nya, membuat bulu kuduk berdiri karena begitu kuatnya emotional impact dari momen ini. Dan benar saja… hampir seluruh penonton konser mengabadikan momen spesial ini dan membagikannya di social media hingga viral.
Inclusivity
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa agak susah bagi orang-orang penyandang disabilitas untuk datang dan menikmati konser. Fasilitas yang kurang memadai, kurangnya inovasi untuk memperbolehkan mereka menikmati konser, hingga kurangnya inisiatif atau kesadaran dari para artis atau promotor untuk meningkatkan aksesibilitas adalah beberapa faktor mengapa inclusivity dalam sebuah konser sepertinya adalah hal yang langka.
Tapi, tidak untuk Coldplay.
Tidak hanya sekedar mempelajari beberapa kalimat dalam bahasa lain untuk berkomunikasi dengan fans internasional, Coldplay bahkan menyediakan peralatan khusus untuk fans tuna rungu supaya tetap bisa menikmati konser mereka. Peralatan itu berbentuk backpack dengan sensor-sensor yang akan memberikan getaran di tubuh sesuai dengan ritme musik yang sedang dimainkan secara LIVE oleh Coldplay. Selain itu, ada pula language interpreter (yup, seperti yang ada pada konser Vierratale beberapa waktu silam) ditampilkan pada layar yang besar selama konser supaya liriknya bisa tersampaikan ke seluruh penggemar – tidak peduli disabilitasnya.
Tentunya, aktivasi seperti ini memberikan brand image yang positif bagi Coldplay. Gestur solidaritas dan inklusivitas menjadi bahan perbincangan masyarakat sehingga menguatkan brand identity rock band di komunitas-komunitas yang sebelumnya susah terjamah.
Inklusivitas sebagai brand activation yang dilakukan oleh Coldplay tidak sebatas memberikan akses untuk penyandang disabilitas saja. Memeluk brand identity mereka dengan kuat, band yang di-manage oleh Phil Harvey ini juga CARE dengan fans-fans yang tinggal di daerah kecil. Contohnya ketika Coldplay sedang tour ke Italy. Alih-alih hanya mengadakan konser di Milan, mereka mengalokasikan tanggal untuk berkunjung ke Naples – kota kecil dengan 3 juta penduduk saja, yang mana jarang sekali ada konser internasional diselenggarakan di sana. Presiden LIVE NATION, concert promoter Coldplay di sana, terang-terangan menyatakan bahwa Coldplay sendiri yang request untuk mengadakan konser di Naples.
Consistent Brand Activation Throughout 25 Years of Career
Singkatnya, kekuatan brand identity dari band kelas dunia Coldplay ini tentunya berkat konsistensi dari brand activation yang terus-menerus dilakukan selama perjalanan karir mereka. Ketika 1 album terjual sukses, branding strategy dan marketing strategy tidak berhenti, tapi tetap dilanjutkan, bahkan di-improve. Dan begitu terus, hingga sekarang, dan tahun-tahun ke depan.
Just like what we, FULLSTOP Branding Agency Indonesia, always say..
Branding is a never-ending work.
Semua orang atau entiti yang memerlukan branding, baik itu personal branding, nation branding (seperti branding Indonesia atau branding Surabaya), family business, group band, bahkan branding agency sendiri, perlu melakukan brand activation / branding strategy yang konsisten. Hanya dengan konsistensi inilah maka brand identity bisa terbentuk dan melekat di benak masyarakat. Just like Coldplay.
Lantas, dengan brand identity yang sudah kuat ini, apakah Coldplay nggak butuh marketing strategy untuk mempromosikan konser Coldplay di Jakarta, Indonesia 2023?
Hmm… butuh atau nggak ya? Intip jawabannya di artikel FULLSTOP Branding Agency Indonesia tanggal 20 Mei ya!