Waspada Jumlah UMKM Melonjak: Diperlukan Sumber Daya, Branding, dan Ekosistem yang Tepat

Waspada Jumlah UMKM Melonjak: Diperlukan Sumber Daya, Branding, dan Ekosistem yang Tepat

Posted by Fullstop Indonesia on 12 October 2022

Tercatat ada 65 juta UMKM di Indonesia per bulan Juni tahun ini (Santia, 2022).

99% entitas bisnis di Indonesia adalah UMKM (Anwar, 2021).

60,5% Produk Domestik Bruto berasal dari sektor UMKM (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2022).

Menurutmu, apakah ini hal yang bagus atau tidak?

Tampaknya, topik ini cepat atau lambat akan menjadi polemik yang hangat dibicarakan para penduduk Indonesia, khususnya generasi millenial dan gen Z sebagai generasi produktif dalam dekade ini. Apalagi, kita sekarang berada di zaman yang mana semua orang “berlomba-lomba” untuk membangun bisnis sendiri agar meraih financial freedom – sebuah pencapaian yang diidam-idamkan generasi muda di seluruh dunia. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini, FULLSTOP Indonesia sebagai branding agency yang rutin membantu family business dan bisnis-bisnis lainnya dalam membuat sebuah lini usaha baru, kami akan membahas bagaimana UMKM telah berkembang, apa saja yang perlu diwaspadai dari tingginya laju pertumbuhan UMKM, dan bagaimana sektor ini bisa lebih baik lagi kedepannya.

Namun sebelumnya, untuk meluruskan pemahaman kita semua tentang UMKM, berikut definisi UMKM berdasarkan kriteria kekayaan dan pendapatan menurut undang-undang Indonesia (Riskita, 2022).

  1. Usaha mikro
    Aset = maksimal Rp50 juta
    Omzet = Rp300 juta per tahun
  2. Usaha kecil
    Aset = Rp50 juta hingga Rp500 juta
    Omzet = Rp300 juta hingga Rp2,5 miliar per tahun
  3. Usaha menengah
    Aset = Rp500 juta hingga Rp10 miliar
    Omzet = Rp2,5 miliar hingga Rp10 miliar per tahun

Perkembangan UMKM sejauh ini

Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM RI, seiring berjalannya waktu, UMKM secara keseluruhan mengalami perkembangan dan pertumbuhan (Anwar, 2021). Dari tahun 2010 ke 2017 saja, sektor ini sudah mengalami pertumbuhan kuantitas 2 kali lipat (Riskita, 2022). Tanpa perlu data, semua orang bisa menebak bahwa terdapat pertumbuhan UMKM yang pesat dari tahun ke tahun, meski sempat dilanda musibah di masa pandemi COVID-19. Dahulu, kegiatan bisnis keluarga UMKM dilakukan secara manual. Ibarat pedagang yang mau tidak mau harus berkeliling ke tempat-tempat sebanyak mungkin untuk mendapatkan pasar yang banyak. Namun kini, dengan semakin majunya teknologi, UMKM pun turut berkembang. Tidak hanya family business konglomerasi saja yang masuk ke dunia digital activation, UMKM pun sekarang berlomba-lomba untuk menggiatkan social media marketing. Pada platform marketplace Shopee sendiri pada tahun 2021, terdapat hampir 5 juta seller (Andi, 2021), dan 70% dari demografi tersebut adalah sektor UMKM (Yasa, 2018). Belum lagi, tahun ini program TikTok Shop semakin marak karena para pedagang UMKM bisa dengan mudah mempromosikan produknya sekaligus mendapatkan penjualan di platform yang sama. Tidak hanya itu saja, TikTok pun membuat program TikTok Shop Partner untuk branding agency dan creative agency Indonesia supaya bisa membantu pengembangan UMKM ini. FULLSTOP juga merupakan salah satu TikTok Shop Partner resmi yang bisa ditunjuk sebagai digital marketing agency untuk UMKM Indonesia.

Digitalisasi. Aksesibilitas. Kolaborasi. Adanya program-program seperti inilah yang membuat UMKM tumbuh semakin pesat. Tidak peduli status sosial dan ekonominya, hampir dikata mayoritas penduduk Indonesia kini menjalankan sebuah UMKM. Yap, fakta berkata bahwa 99,9% dari entitas bisnis yang beroperasi di Indonesia adalah UMKM; dan sektor ini menyerap 97% tenaga kerja di tanah air (Anwar, 2021). Bedanya, kalau untuk para pengusaha SES A, mereka memiliki modal yang lebih besar untuk menjalankan family business-nya. Sedangkan SES C ke bawah bermodal bantuan dan insentif dari pemerintah, beserta program-program dukungan lainnya seperti yang disediakan oleh TikTok Shop Partner ini.

Upaya pemberdayaan UMKM oleh pemerintah

Awal bulan Oktober 2022 ini, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) memberikan arahan untuk melakukan pengembangan UMKM Naik Kelas dan Modernisasi Koperasi (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2022). Bagaimana tidak, meski bentuk usahanya terbilang kecil, sektor ini berkontribusi sebesar 60,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Untuk menjalankan usaha ini, pemerintah memiliki beberapa program atau kebijakan, seperti:

1. Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)

Mengingat kondisi UMKM yang sempat menurun di masa pandemi, pemerintah memberikan beberapa bantuan untuk pengusaha UMKM seperti pembiayaan KUR pada masa pandemi, Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM), Subsidi Bunga/Margin Non-KUR, Penempatan Dana/Penempatan Uang Negara, Penjaminan Kredit UMKM, Pembiayaan investasi, dan lain sebagainya.

2. UU Cipta Kerja

Kebijakan pemerintah untuk memberikan usaha kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan bagi UMKM (Qothrunnada, 2022). Caranya? Dengan meningkatkan ekosistem investasi, memberikan kemudahan untuk berusaha, dan pemberian investasi dari pemerintah pusat.

3. Program Bangga Buatan Indonesia (BBI)

Gerakan nasional untuk menguatkan ekosistem UMKM dengan campaign #BanggaBuatanIndonesia agar masyarakat memilih produk atau brand buatan anak bangsa. Program ini juga dilengkapi dengan serangkaian webinar dan aktivitas untuk membekali pengusaha UMKM supaya lebih mantap lagi dalam menjalankan kegiatan usahanya – khususnya perihal social media marketing dan digital activation (Bangga Buatan Indonesia, n.d).

Tentunya, selain ketiga contoh di atas, ada program-program lainnya, baik nasional, regional, maupun tingkat kota/kabupaten, yang diterapkan untuk membantu mengembangkan sektor UMKM khususnya dalam upaya meningkatkan digital activation sektor ini.

Apakah kamu familiar dengan program UMKM di daerahmu?

Apakah ada ruang untuk maju?

Salah satu goal pemerintah kedepannya untuk sektor UMKM adalah meningkatkan angka kontribusi ekspor menjadi 17%. Belakangan ini, berkat platform digital, kontribusi UMKM telah melihat adanya kenaikan, mencapai 15,69% pada tahun 2021. “Dengan demikian, tantangan UMKM ke depan yang harus diatasi bersama oleh segenap stakeholders terkait antara lain berkaitan dengan inovasi dan teknologi, literasi digital, produktivitas, legalitas atau perizinan, pembiayaan, branding dan pemasaran, sumber daya manusia, standardisasi dan sertifikasi, pemerataan pembinaan, pelatihan, dan fasilitasi, serta basis data tunggal.” – Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2022.

Yes, branding strategy dan digital marketing activation juga memegang peranan penting dalam memajukan visi pemerintah satu ini. Dengan adanya brand activation yang tepat, social media strategy yang efektif, dan optimasi digital activation yang kuat, UMKM bisa semakin berkembang. Berkembang yang dimaksud disini bukalah soal kuantitas, melainkan kualitas. Bagaimana UMKM yang sudah ada bisa mengembangkan usahanya untuk memiliki pijakan yang kuat untuk berbisnis di Indonesia maupun di luar melalui platform digital. Karena kalau bicara soal kuantitas saja, siapa pun bisa membuka usaha bisnis. Namun, untuk memberikan kontribusi yang signifikan, UMKM tersebut membutuhkan landasan yang kuat – berupa brand activation, good digital marketing strategy, resources yang tepat, dan lain sebagainya.

Apa jadinya kalau perkembangan kuantitas dan kualitas UMKM tidak berjalan beriringan?

Tidak bisa bertahan lama. Itu dia jawabannya.

Ibarat pedang bermata dua, meningkatnya jumlah UMKM ada sisi negatifnya apabila tidak diiringi dengan kualitas yang mumpuni. Karena kenyataannya, banyak orang Indonesia yang memulai usaha hanya karena ikutan trend. Ada produk baru yang lagi viral, langsung semua orang berbondong-bondong menjadi pebisnis UMKM. Ada makanan yang lagi viral, langsung semua berlomba-lomba membuka usaha baru yang menjual produk tersebut. Memang agak latah. Nah, karena kelatahan inilah, banyak pelaku UMKM yang akhirnya tidak bisa berkembang alias jalan di tempat. Jumlahnya makin banyak, tapi tidak ada upaya untuk berinovasi atau mengembangkan usahanya untuk menjadi lebih baik. Pada akhirnya, walaupun program bantuan ada banyak, sektor UMKM menjadi bidang usaha yang paling tidak sustainable. Hanya bertahan 1-2 tahun saja, kemudian UMKM bangkrut karena produk atau jasanya tidak mampu bersaing di pasar. Apabila dibandingkan dengan produk sejenis yang diproduksi oleh brand negara luar, produk UMKM Indonesia seringkali kalah saing baik dari segi kualitas maupun harga. Hal ini bisa terjadi karena produk yang lahir dari ikut-ikutan trend ini tidak muncul dari konsep yang matang. Bayangin aja, ada berapa banyak UMKM yang ikut-ikutan trend dan menyediakan produk atau layanan serupa. Tanpa ada konsep yang benar-benar matang, akhirnya produk tersebut memiliki banyak kemiripan satu sama lain. Dari segi penjual, mereka tidak bisa bersaing dengan menggunakan Unique Selling Point produk, sehingga yang bisa dilakukan hanyalah banting harga. Siapa yang bisa memberikan harga paling murah di pasar, itulah pemenangnya. Dari segi pembeli, karena ada begitu banyak produk serupa yang dilihatnya terus-menerus, lama kelamaan target pasar pun menjadi cepat bosan. Sebentar viral, tidak lama kemudian pasti akan mengalami penurunan yang tajam. Seringkali kita menemukan kejadian seperti ini, bukan? Makanya tidak heran apabila ada orang yang bilang bahwa terlalu banyak UMKM di Indonesia ada bahayanya juga.

Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) pun berpendapat demikian.

"Ini sebetulnya membahayakan bagi struktur perekonomian nasional kita dan bahkan bisa segera masuk ke tingkat risiko akut," katanya (Newswire, 2016).

Mengapa dianggap risiko?

Karena perekonomian bangsa dan negara, yang mana merupakan 99% pelaku usaha nasional berasal dari sektor UMKM, sudah terlalu dependen terhadap pemilik bisnis keluarga Indonesia mikro, kecil, dan menengah. Dan kelompok ini didominasi oleh masyarakat subsisten – kelompok yang miskin dan rentan miskin. Walaupun hal ini sering dibanggakan oleh pemerintah karena rakyat kecil pun bisa berbisnis, kenyataannya, apabila perekonomian Indonesia semakin subsisten, negara pun semakin tidak mengembangkan inovasi dan meningkatkan kapasitas usaha.

"Boro-boro untuk mengakumulasi dan melakukan reinvestasi ke usaha mereka. Untuk menghidupi kebutuhan pokok keluarga mereka secara layak saja sudah tidak cukup.” tambah Ketua AKSES Bapak Suroto.

Lantas, apa yang menyebabkan UMKM Indonesia susah berkembang secara kualitas?

Inilah pertanyaan yang harus segera dibahas dan diberi solusi oleh pemerintah. Yang jelas, pandemi COVID-19 membawa secuil berkah karena mendorong UMKM untuk menjadi digital. Selain digitalisasi, dapat juga diberlakukan insentif dan program inovasi atau business development. Bisa juga dengan pendampingan brand activation dan social media marketing dari creative agency seperti yang dilakukan oleh FULLSTOP Indonesia sebagai TikTok Shop Partner. Dengan demikian, fokus pemerintah tidak lagi menitikberatkan pada pembentukan UMKM-UMKM baru, tapi justru memotivasi UMKM yang sudah terbentuk untuk menjadi lebih baik lagi.

Menuju Indonesia yang lebih makmur dan sejahtera

Semoga dengan adanya program, pelatihan, dan bantuan dari pemerintah, kualitas UMKM di Indonesia bisa menjadi lebih berkembang. Terlebih lagi, apabila didampingi dengan branding strategy yang kuat dan social media activation yang dilakukan secara konsisten. Ada banyak branding agency di Indonesia maupun Surabaya yang dapat tergolong usaha UMKM. Apabila semua saling tolong-menolong, bukankah ekosistem berbisnis akan menjadi semakin sehat? Dari sisi ekonomi, keduanya mendapatkan hasil yang lebih baik. Dari sisi kualitas, simbiosis ini mendorong pelaku-pelaku usaha lainnya – baik UMKM makanan, creative agency, dan lain sebagainya – untuk berkompetisi. Kompetisi untuk memberikan hasil yang paling bagus.

Singkatnya, ada 3 hal yang penting untuk memajukan sektor UMKM di Indonesia.

  1. UMKM perlu dibekali dengan sumber daya yang tepat (baik dari segi manusia, peralatan, dan finansial) untuk melakukan inovasi bisnis yang memiliki Unique Selling Point sehingga mampu berkompetisi di pasar
  2. UMKM perlu menggiatkan upaya brand activation dan digital marketing strategy – entah dari pelaku UMKM itu sendiri atau bantuan creative agency – agar bisa menjangkau market yang lebih luas
  3. Perlu adanya ekosistem yang sehat antar bisnis supaya bisa terjadi simbiosis mutualisme berkelanjutan.

Sampai disini dulu diskusi kita hari ini. Semoga artikel ini bisa memberikan insight yang informatif dan membuat kita terpacu untuk menjadi pengusaha UMKM atau bisnis keluarga Indonesia yang lebih baik lagi.

Yuk, mari kita lalui bersama-sama proses ini dan menjadi Indonesia yang lebih makmur dan sejahtera.

Back To List Blog