Passion Doesn't Always Mean Everything!

Passion Doesn't Always Mean Everything!

Posted by Fullstop Indonesia on 01 October 2022

Seperti halnya bensin yang menggerakkan motor, atau listrik yang menghidupkan alat elektronik, "passion" juga dianggap sebagai 'pemantik' utama semangat para pekerja—khususnya di jaman sekarang. Banyak orang bilang: 'bekerja lah sesuai passion-mu'; dan sebagai imbasnya, ada lebih banyak lagi orang yang memercayai prinsip ini. Tapi realitanya bagaimana ya? Apakah passion memang sepenting itu, sehingga wajib dijadikan pertimbangan saat menentukan pekerjaan? Yuk, mari kita ulas bareng-bareng!

Jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia, secara harfiah "passion" berarti "gairah". Gairah itu sendiri merupakan sesuatu yang penting, sebab gairah punya pengaruh terhadap kualitas hidup seseorang. Kalau hidupmu dipenuhi gairah, kamu akan punya dorongan semangat dalam melakukan berbagai aktivitas, betul? Begitu pun sebaliknya. Tanpa gairah, hidup akan terasa monoton, hambar, dan membosankan. Lalu apakah kondisi yang sama juga berlaku di dunia profesional?

Berdasarkan hasil survei Gallup, yakni sebuah perusahaan konsultasi manajemen global asal AS, hanya 15% dari satu miliar pekerja penuh-waktu yang mengaku menikmati pekerjaannya. Sisanya merupakan orang-orang yang yang tidak bahagia dan tidak bergairah di tempat kerja. Dan hal ini terbukti berdampak terhadap performance kerja mereka. Mereka yang bekerja setengah hati cenderung mengeluarkan usaha yang setengah-setengah pula dalam pekerjaannya.

Nah, loh, berarti passion itu wajib ada dong supaya kita bisa bekerja secara maksimal dan penuh semangat? Jawaban realistisnya: bekerja dengan hanya bermodalkan passion saja tidak selalu menjadi jaminan kesuksesan. Sebagai branding agency di Indonesia yang telah berdiri lebih dari 10 tahun, kami pernah beberapa kali menjumpai orang-orang yang mengaku sangat passionate dalam bidangnya, tetapi mengaku stuck sekaligus merasa masih berada di situ-situ saja. Hmm, kira-kira apa ya yang membuat mereka stuck?

Berikut beberapa hal yang sebaiknya kamu pertimbangkan sebelum berancang-ancang untuk berlari mengejar passion-mu:

Do they need you?

Andy adalah anak laki-laki yang senang menggambar. Sedari kecil, dia banyak menghabiskan waktunya untuk menggambar berbagai macam objek. Mimpinya yaitu ingin menjadi seorang ilustrator yang sukses. Namun, saat menginjak usia dewasa, dia kebingungan bagaimana cara menjual hasil karyanya. Dia cuma tahu dirinya bisa menggambar, tetapi tidak tahu siapa yang membutuhkan gambarnya; apakah penerbit buku anak-anak, branding agency, atau perusahaan komersil. Andy juga tidak memiliki gambaran mengenai peluang yang ada di pasar. Misalnya, saat ini doodle art dalam bentuk animasi sedang marak di kalangan content creator. Contoh lainnya, beberapa brand produk FMCG ternama seperti Good Day, Aqua, atau Teh Botol Sosro pernah bekerja sama dengan ilustrator lokal dalam pembuatan desain kemasan, merchandise, dan iklan komersial karena dianggap lebih menarik secara visual.

Mengetahui apa yang kamu bisa saja tidak cukup untuk membantumu survive dalam dunia profesional. Kamu juga harus tahu apa yang pasar sedang butuhkan, dan apakah kualifikasi yang mereka butuhkan itu ada dalam dirimu. Seorang desainer yang ingin bekerja di branding agency tidak boleh hanya sekadar tahu dan suka mengoperasikan Adobe Photoshop, tetapi harus memiliki pengetahuan dasar tentang perilaku konsumen. Pun demikian dengan seorang entrepreneur yang ngakunya hobi jualan dan malas dikekang. Menjadi entrepremeur tidak cuma sekadar bisa jualan saja, tetapi bersedia berdedikasi penuh untuk menyediakan apa yang masyarakat sedang butuhkan.

Do you have commitment to work harder?

Punya passion yang besar terhadap suatu hal bisa menjadi berkah sekaligus musibah. Berkah jika kamu bisa mentransfer energi positif yang ada untuk mendorongmu supaya lebih produktif. Namun, akan menjadi musibah jika hidupmu hanya dipenuhi mimpi, bayangan-bayangan manis, serta angan-angan yang kurang realistis. Untuk mengembangkan karier, kamu butuh menyusun goal jangka pendek dan panjang, serta berkomitmen penuh dalam merealisasikannya. Berkomitmen itu artinya bukan cuma konsisten menyukai sesuatu, tetapi melakukan apa yang kamu suka sepenuhnya dan semaksimal mungkin agar tujuan utamamu tercapai.

Nah, tujuan ini akan sangat berbeda-beda bagi setiap orang. Kalau kamu seorang brand manager yang sedang fokus melakukan strategi brand activation, peningkatan awareness rate tiap bulan mungkin akan jadi patokan untuk mengukur sejauh mana perkembanganmu. Lain halnya jika kamu CEO di suatu familly business. Total revenue tahunan lah yang mungkin jadi perhatian utamamu. Yang mestinya disadari adalah, apa pun profesinya, semuanya memiliki satu kesamaan: apa yang kamu lakukan setiap hari bisa menjadi refleksi atas merefleksik atas besar atau kecilnya porsi komitmenmu.

Geoff Blades, seorang founder dari perusahaan konsultan BLK Consulting, dikutip dari salah satu entri blognya berkata: "The secret to powerful goals is to stop thinking about your grand vision and simply commit yourself to today's goal." So, pada akhirnya, bukan tidak mungkin jika orang yang cuma mengandalkan passion akan lebih sulit untuk survive ketimbang orang yang mau bekerja keras.

Do you eager to learn?

Salah satu kecenderungan orang-orang yang mengaku passionate ialah mereka memiliki ego yang tinggi. Mereka biasanya berpikir bahwa mereka sudah jago dalam bidangnya, so there's no room for improvement. Padahal pemikiran tersebut sangat melenakan. Di jaman yang serba digital ini, dunia terasa berputar tiga kali lebih cepat. Perubahan terjadi dalam waktu singkat, bahkan kadang terasa spontan, sehingga diperlukan SDM yang mau dan mampu beradaptasi mengikuti perkembangan jaman. Nah, agar mampu menjadi adaptif, siapa pun tentunya harus terus belajar dong.

Pertanyaannya: apakah kamu bersedia menurunkan egomu? Seorang senior editor di sebuah branding agency mungkin memang tidak perlu diragukan lagi perihal penguasaan software, tapi apakah dia peka terhadap tren di market? Apakah dia mengikuti isu pelanggaran HAKI? Apakah dia paham perilaku konsumen benci video yang bertele-tele? See? Selalu ada hal yang bisa kita pelajari jika kita mau mengubah sudut pandang, bukan?

Jadi bagaimana nih? Apakah cara pandangmu tentang mengejar passion masih tetap sama? Seandainya kamu beranggapan kalau bekerja sesuai passion itu mudah, pikirkan sekali lagi deh. Mengejar passion itu berarti kamu bersedia untuk berkomitmen penuh dalam bekerja keras, berdedikasi tinggi terhadap pekerjaan, dan bersedia meluangkan waktu untuk terus belajar dan mengoptimalkan potensi diri. Kira-kira sanggup nggak?

Back To List Blog