Pesona Indonesia, Negeriku Indonesia

Pesona Indonesia, Negeriku Indonesia

Posted by Fullstop Indonesia on 17 August 2022

Indonesia, nusantara, negara kepulauan, paru-paru dunia, zamrud khatulistiwa, negeri seribu candi, negara maritim, heaven of earth, negara agraris, macan baru Asia Tenggara, wkwk land…

Banyak banget julukan negara Indonesia baik di mata dunia maupun di mata warganya.

Dalam rangka merayakan ulang tahun Indonesia yang ke-77, yuk kita bahas bagaimana kita bisa memaksimalkan nation branding negeri kita tercinta ini. Tapi sebelumnya, kita akan bahas branding strategy yang telah dilakukan oleh negara kita tercinta ini dari tahun 1945 sampai sekarang.

Buat kalian yang nggak tau nation branding itu apa, berikut definisinya menurut Anholt (2003). “Nation branding adalah cara untuk membentuk persepsi terhadap suatu target kelompok masyarakat tertentu melalui 6 aspek yaitu: pariwisata, ekspor, masyarakat, pemerintahan, kebudayaan dan warisan budaya, serta investasi dan imigrasi.” Hampir semua negara memiliki strategi nation brand activation tentunya. Kalau kita mendengar kata “Singapura”, pasti patung Merlion terlintas di benak kita. Kalau Jepang, di otak kita ada gambar taman bunga sakura, anime, zebra cross di Shibuya. Perancis? Tentu saja menara Eiffel, croissant, macaron. Intinya, tiap negara, tiap komunitas, memiliki ciri khas tertentu - entah itu cultural heritage, komunitas, budaya, makanan - yang kemudian melekat di benak tiap orang. Begitu pula Indonesia. Penduduk Australia sering mengasosiasikan Indonesia dengan Bali dan pantai. Aktivis lingkungan menganggap Indonesia adalah paru-paru dunia karena luas hutan di Kalimantan yang cukup signifikan. Dan masih banyak lagi identitas branding negara Indonesia.

Untuk bisa dikenal seperti ini, tentunya membutuhkan proses.

Apalagi, di awal kemerdekaan, Indonesia masih belum diakui oleh dunia.

1945-1966

Tahukah kamu bahwa Indonesia tidak dapat mengikuti Summer Olympics 1948 di London? Yap, walaupun sudah 3 tahun menjadi negara independen, Indonesia tidak bisa mengikuti ajang olahraga terbeken ini. Bisa, tapi dengan syarat menggunakan nama Hindia Belanda. Tentu saja hal ini ditolak oleh Soekarno. Tak kehilangan akal, Indonesia mengadakan kompetisi olahraga sendiri di tahun yang sama. Diikuti oleh 600 atlet, ajang yang awalnya bertujuan politis kini menjadi salah satu kegiatan bergengsi yang kita kenal sampai sekarang. Tidak lain tidak bukan, Pekan Olahraga Nasional (PON).

“Tentu saja tujuannya yakni untuk menunjukkan bahwa Indonesia itu ada”, ujar Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Menpora RI), Zainudin Amali (Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2022).

Terbukti, berkat strategi ini, nama Indonesia sampai ke telinga masyarakat luar. Berita bahwa negara Indonesia ditolak masuk ajang Olimpiade merambat kemana-mana. Begitu pula kabar kesuksesan kegiatan PON di Indonesia.

Olahraga. Itulah salah satu dari sekian banyak strategi nation branding yang dilakukan oleh negara Indonesia di awal-awal kemerdekaannya. Berkat keberanian Indonesia untuk mengadakan PON, berkat kekukuhan Indonesia untuk menggaungkan namanya pada dunia, negara kita akhirnya diterima menjadi peserta Olimpiade di tahun 1951 dan 1952. Tidak berhenti sampai situ saja, Indonesia “gila-gilaan” menjadi tuan rumah Asian Games 1962. Padahal, kalau dipikir secara logika, situasi ekonomi negara masih belum begitu stabil. Namun, pemimpin negara tahu betul pentingnya brand positioning di masa-masa seperti ini. Negara-negara di dunia harus kenal siapa Indonesia, harus percaya dengan Indonesia, barulah Indonesia bisa merasakan manfaatnya dari sisi ekonomi, sosial, dan lain sebagainya. Imbas dari branding strategy Indonesia pada saat itu masih dapat kita lihat sekarang. Gelora Bung Karno contohnya. Dapat dibilang, berkat keberanian Indonesia menjadi tuan rumah ajang internasional, pembangunan infrastruktur “dipaksa” untuk menjadi lebih maju. Ibarat ada target di depan mata sehingga mau tidak mau Indonesia harus improve. Nggak setengah-setengah, Gelora Bung Karno menjadi stadion olahraga pertama yang atapnya temu gelang. Walaupun terhambat beberapa masalah, sampai buat panitia Asian Games kalang kabut takut acara terpaksa harus mundur, tapi berkat kegigihan orang Indonesia, semua berhasil diselesaikan tepat waktu dengan hasil yang memukau. Tidak hanya sukses menjadi tuan rumah, Indonesia juga sukses menorehkan prestasi di Asian Games 1962, menggaet gelar peringkat kedua.

Teman-teman, setuju kan kalau branding strategy Indonesia di atas smart dan efektif banget?

1966-1998

Nah, kalau zaman kepresidenan Soekarno penuh dengan perjuangan untuk menggenjot eksistensi Indonesia di mata dunia, di zaman Orde Baru ini menitikberatkan pada pembangunan.

Di bawah pimpinan Soeharto, dalam usaha membangkitkan situasi ekonomi di Indonesia, maka dibentuklah kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan Indonesia, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Ada Trilogi Pembangunan, Swasembada Beras, dan banyak kebijakan-kebijakan lainnya. Intinya satu, rakyat Indonesia harus lebih cerdas, lebih makmur, lebih sejahtera. Dikaji dari lensa branding, ibarat Indonesia sedang mempersiapkan aset-aset untuk brand activation ke depannya. Karena apa guna branding strategy besar-besaran kalau orang-orangnya tidak memiliki kemampuan untuk membangun branding itu kan?

Tidak hanya aset sumber daya manusia saja. Aset-aset lain tidak luput dari pengembangan. Seperti Candi Borobudur misalnya. Mulai dari tahun 1973 hingga 1983, terdapat pemugaran besar-besaran yang didukung oleh UNESCO. Candi Borobudur pun kembali menjadi pusat keagamaan dan ziarah agama Buddha. Ada 36.000 turis mancanegara yang mendatangi objek wisata ini pada tahun 1974, dan angka ini terus meningkat. Percaya nggak percaya, terdapat 2,5 juta pengunjung tiap tahunnya di dekade 1990-an. Dan… berkat arsip-arsip sejarah yang menunjang serta restorasi candi hingga kembali megah, UNESCO mengakui Candi Borobudur sebagai salah satu warisan budaya dunia. Walaupun tidak masuk sebagai 7 Keajaiban Dunia, Candi Borobudur masuk dalam nominasi lho! Berkat pengembangan warisan budaya dan SDM Indonesia yang mampu memperjuangkan restorasi candi, tak pelak bila pelancong dari seluruh penjuru dunia bermimpi untuk suatu ketika menginjakkan kaki di Candi Borobudur.

1998-Sekarang

Aset sudah siap.

Nama Indonesia juga sudah dikenal.

Teknologi dan akses pun memudahkan segalanya.

Sekarang adalah perkara bagaimana Indonesia memantapkan dan meningkatkan identitas nation branding di mata dunia.

Soal budaya dan pariwisata, tidak perlu diragukan lagi Indonesia, khususnya Bali, Jakarta, dan Jogja, mampu bersaing dengan tourism negara lain. Ada badan pemerintah yang secara khusus mempromosikan pariwisata Indonesia secara giat dengan tajuk “Pesona Indonesia” atau “Wonderful Indonesia”. Sampai-sampai, kampanye wisata ke Indonesia muncul di salah satu drama Korea lho! Hal ini adalah branding strategy yang ampuh. Bayangkan saja, berapa banyak peminat drakor yang melihat “iklan” ini? Dan.. di tengah pandemi COVID-19, indeks pariwisata Indonesia justru mengalami kenaikan, kini di peringkat 32 dari 117 negara (Anam, 2022). Bali juga dinobatkan sebagai destinasi wisata terpopuler nomor 4 sedunia (Chairunnisa, 2022). Pencapaian ini dapat diraih karena aktivitas masyarakat Indonesia yang “vibrant” sehingga menghidupkan pariwisata daerah. Bali contohnya. Pantai dan budaya Hindu memang atraksi utamanya. Meski begitu, komunitas Bali juga menyediakan atraksi-atraksi lain yang menyebabkan wisatawan terus ingin kembali ke Bali untuk mencoba hal-hal baru. Entah itu Kecak, Devdan Show, restoran baru, Bali Art Festival. Semua ini adalah magnet penarik turis lokal dan mancanegara. Jadi, brand activation tidak hanya pada wisata saja, tapi juga dari aspek kegiatan, mulai dari seni, festival, bisnis, kuliner, dan lain sebagainya.

Aset branding juga melingkupi produk buatan anak Indonesia.

Dari dulu sampai sekarang, Indonesia banyak mengekspor bahan mentah hasil para petani ke negara-negara yang minim sumber daya alam. Begitu kaya sumber daya alam di Indonesia sampai diintip oleh negara-negara raksasa di dunia. Kalau dipikir-pikir kembali, inilah alasan mengapa Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) datang ke Indonesia berabad-abad yang lalu. Yes, the past is in the past, tapi dari peristiwa itu kita harus belajar pentingnya menjaga apa yang seharusnya menjadi milik kita.

Kopi luwak.

Pertambangan.

Kelapa sawit.

Kedelai.

Hutan di Kalimantan

Batik.

Dan lain-lain…

Ini semua adalah produk buatan anak Indonesia dan sudah seharusnya kita menjaga aset-aset alam ini. Menjaga dan melestarikan, supaya ketenaran negeri kita atas aset-aset ini membuahkan hasil yang menguntungkan bangsa Indonesia dan untuk kebaikan kita bersama.

Bersatu Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh

Lantas, bagaimana cara kita memaksimalkan nation branding Indonesia?

Hmm, untuk menjawab pertanyaan di atas, mari kita berpikir seperti ini.

Ada lebih dari 270 juta orang Indonesia.

Ada yang tinggal di kota, ada yang tinggal di pegunungan, ada yang tinggal di pesisir pantai.

Ada petani, ada pelaut, ada pebisnis, ada penyanyi.

Nah, nggak bisa dong, semua orang tiba-tiba harus jadi influencer agar mempromosikan Wonderful Indonesia di kancah internasional?

Nggak bisa juga kan semua orang tiba-tiba wajib bisa bercocok tanam agar ekspor Indonesia makin melejit?

Nggak bisa kan semua orang harus fokus 24/7 untuk melestarikan hutan di Kalimantan?

Apakah paham apa kesimpulan dari ilustrasi di atas?

Yap, tidak ada satu jawaban mutlak. Ada lebih dari satu cara untuk memaksimalkan nation branding Indonesia. Yang terpenting adalah, kita sebagai orang Indonesia harus bersatu, saling mendukung, merasa bangga, dan memiliki tujuan yang sama yaitu kesejahteraan bangsa dan negara.

Kalau kamu adalah influencer, maka kamu bisa berkontribusi pada nation branding dengan membuat konten-konten yang memperkenalkan ciri khas Indonesia. Kalau kamu bekerja di industri kreatif, kamu bisa berkontribusi dengan membuat film, lagu, dan lain-lain serta membawanya ke kancah internasional. Kalau kamu adalah pecinta lingkungan, kamu bisa berkontribusi dengan membuat gerakan-gerakan aktivisme peduli lingkungan. Ada banyak sekali cara untuk memantapkan nation branding Indonesia, apalagi di era digital yang memudahkan informasi cepat tersebar ke seluruh dunia.

Semua dimulai dari kita.

Kita Indonesia.

Apa pun ras, suku, agama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaanmu, kita adalah Indonesia.

Kitalah tonggak nation branding Indonesia.

Solidaritas kita dengan sesama,

Bentuk dukungan kita pada aset-aset Indonesia,

Sikap kita yang bangga pada Indonesia,

Keinginan kita untuk memperkenalkan negara ke teman-teman mancanegara,

Keramahan yang membuat pendatang merasa nyaman,

Ambisi untuk membawa Indonesia lebih baik lagi…

Inilah bibit-bibit yang akan memaksimalkan nation branding Indonesia.

Karena apalah negara tanpa orang-orang di dalamnya.

Maka dari itu, dengan semangat kemerdekaan, marilah kita bergandengan tangan dan bersama-sama memajukan bangsa dan negara Indonesia.

INDONESIA MERDEKA!!!

Back To List Blog