Social Media Battle: Mana yang Paling Cocok untuk Marketing?

Social Media Battle: Mana yang Paling Cocok untuk Marketing?

Posted by Fullstop Indonesia on 16 July 2022

Nggak cuma waktu daftar kuliah atau cari kerja aja yang persaingannya ketat.

Di dunia Metaverse (Facebook dan Instagram), walaupun memiliki pengguna yang sudah mencapai angka triliun, mereka selalu memperbaiki fitur-fiturnya agar lebih up-to-date dengan trend. Oleh karena itu, sekarang kita bisa menikmati konten-konten video di Instagram Reels.

TikTok pun juga demikian. Melihat banyaknya brand yang masih setia menggunakan Instagram dan membuka lapaknya di sana, TikTok perlahan-lahan memperkenalkan fitur TikTok Shop agar mempermudah brand dan customer melakukan transaksi jual-beli.

YouTube juga ikut bersaing. Walaupun merupakan app nomor satu yang paling banyak digunakan oleh penduduk Indonesia tidak peduli umur berapa (Lizwijayanti, 2022), YouTube juga melihat how well their competitors perform dan mengaplikasikan poin yang baik-baik ke dalam fiturnya.

Masih ada Twitter.

Ada Snapchat.

Ada Pinterest, Tumblr…

Dan masih banyak lagi media sosial yang berlomba-lomba memamerkan fitur-fiturnya agar semakin banyak jumlah penggunanya.

Kalau dituruti harus memiliki semua akun di semua media sosial, kita sebagai family business owner, pegiat UMKM, social media manager sebuah brand, hingga branding agency sekalipun pasti kewalahan dong. Oleh karena itu, untuk bisa memaksimalkan social media management dengan baik, kita harus bijak untuk tahu platform apa saja yang paling bisa memberikan hasil yang maksimal.

Sebelum itu, mari kita bahas keunggulan dan kelemahan dari beberapa media sosial terlebih dahulu. Simak yuk!

Keunggulan

Apa saja sih keunggulan dari masing-masing platform?

Bagaimana cara kita memanfaatkannya?

Well, kalau di Meta, alias Instagram & Facebook, brand diberi kemudahan untuk membuat konten, beriklan, dan menganalisa sampai detail hasil konten maupun iklan. Karena terbilang cukup lama beredar, maka penggunaannya pun terbilang mudah. Bahkan, orang yang tidak bekerja di branding agency pun bisa memasang iklan sendiri. Meta memberikan petunjuk dan insight yang mendalam sehingga orang awam seperti pegiat UMKM dan family business pun bisa mandiri dalam menjalankan social media marketing. Jumlah penggunanya juga tinggi dengan cakupan usia yang luas, yang mana database behaviour dan interest sudah “matang” dan bisa diandalkan. Meta juga memudahkan brand dalam hal planning dan scheduling karena semua post dan story bisa dijadwalkan dalam Planner. Kita juga bisa mencantumkan alamat, email, dan nomor telepon pada profile agar bisa lebih cepat menghasilkan conversion.

TikTok, walaupun terbilang baru, mengerti kalau pengguna media sosial “hobbyscrolling dan attention span mayoritas pengguna hanya beberapa detik saja. Jadi, mereka pun membuat konsep aplikasi yang mengandalkan video berdurasi pendek dengan opsi “swipe up”. Adanya laman For You Page membuat konten kita semakin mudah untuk viral tanpa harus memiliki jumlah followers yang begitu banyak. Pengguna yang tidak memiliki akun TikTok pun bisa menonton video tanpa harus membuat akun terlebih dahulu. Hal ini membuka jalan bagi konten brand untuk menjangkau audiens yang lebih luas, tidak hanya di lingkup TikTok saja. Selain itu, aplikasi ini juga memiliki beragam filter dan memperbolehkan penggunanya untuk edit video di TikTok sendiri sehingga kita bisa dengan cepat membuat video yang memanfaatkan momen viral.

Selain kedua aplikasi di atas, ada YouTube yang cocok banget untuk konten berdurasi panjang dan tempat iklan yang bisa dipilih dan dievaluasi secara detail. Ada juga Twitter yang bisa menggaet komunikasi lebih dekat dengan pengguna sampai bisa rame dan trending.

Kalian kan juga pengguna media sosial.

Menurutmu apa lagi keunggulan media sosial yang bisa kamu manfaatkan?

Kelemahan

Ada kelebihan, ada juga kekurangan.

Feed yang ditampilkan di laman Instagram kini tidak lagi menampilkan post terbaru di paling atas, melainkan berdasarkan konten atau akun yang kita “sukai”. Jadi, kita tidak lagi bisa maksimal memanfaatkan waktu di mana pengguna kita paling aktif untuk mendapatkan insight paling bagus. Instagram dan Facebook juga menuntut kita untuk rutin membuat konten agar membangun audiens, tidak bisa langsung viral karena 1 atau 2 post saja. Tampilan terbaru dari Instagram (yang mengusung konsep swipe up seperti TikTok) juga tampaknya kurang user-friendly sehingga rawan kontenmu tidak mencapai ke audiens yang dituju.

TikTok juga masih memiliki kekurangan, yakni algoritmanya yang masih susah diacak. Walaupun memang branding agency memiliki tips & trick tersendiri supaya bisa masuk FYP, tetapi faktor utamanya ada di tangan algoritma TikTok. Sistem analisa insight juga kurang memadai jika dibandingkan dengan Meta. Ditambah lagi dengan sistem penempatan iklan menggunakan koin sehingga tidak bisa straightforward seperti iklan di Meta dan Google. Ditakutkan juga kalau TikTok ini hanyalah trend sejenak, seperti halnya Snapchat yang kini tidak lagi ramai digunakan di Indonesia.

YouTube, walaupun yang paling “berpengalaman” daripada yang lain, juga memiliki kelemahan. Dari segi produksi, akan memakan waktu yang lama untuk sebuah brand membangun channel yang luas. Dari segi periklanan, susah juga untuk menghasilkan sales conversion karena mayoritas iklan berfungsi sebagai brand awareness saja. Twitter juga sama. Sebanyak-banyaknya konten yang dikeluarkan, akan susah untuk dilihat hasilnya dari sales conversion. Terlebih lagi untuk brand yang terbilang baru dan belum familiar di telinga masyarakat, akan sangat susah untuk mendapatkan konten viral.

Jadi, mana yang lebih cocok?

Semuanya cocok kok, tergantung pada segmentasi pasar dari brand.

Dan, seperti gurauan kita semua, betul bahwa tiap generasi memiliki 1 atau 2 media sosial yang menjadi “favorit”. Kebanyakan orang Indonesia yang termasuk kelompok Baby Boomers (usia 58-76 tahun) dan Gen X (usia 40-57 tahun) memang masih setia dengan Facebook. Gen Y atau millennial (usia 28-40 tahun) masih sangat aktif di Instagram, sedangkan Gen Z (usia belasan hingga 20an) kini mulai menjajaki TikTok.

Dari data di atas, kalian sebagai family business owner atau pengusaha tidak bisa asal menjalankan social media marketing begitu saja. Harus dipahami betul produk mu ini paling diminati oleh segmentasi pasar yang mana. Selain itu, harus dipahami juga bagaimana tiap generasi menggunakan media sosial dan apa yang mereka expect dari sana. Hanya dengan demikian, social media marketing bisa berjalan maksimal.

Menurut Sprout Social (n.d), Gen Z memiliki keinginan yang besar untuk menyuarakan opini mereka dengan berinteraksi agar didengarkan oleh brand. Survey menunjukkan bahwa 76% Gen Z memanfaatkan media sosial untuk berinteraksi dengan brand; 78% menggunakan media sosial untuk mencari tahu tentang brand. Walaupun ada banyak diskusi tentang penggunaan data privacy dan sejenisnya, mayoritas Gen Z (64%) tidak takut untuk memberikan suara mereka agar brand bisa memfasilitasi apa yang sesuai dengan harapan mereka. Oleh karena itu, konten yang memaksimalkan engagement seperti story poll, ask a question, vote, dan lain sebagainya akan sangat membantu brand-mu untuk dilirik dan disukai oleh Gen Z.

Lain halnya dengan Gen Y alias Millenial yang mana media sosial sudah menjadi part of their lifestyle. Merekalah yang sedari dulu aktif mengikuti perkembangan social media hingga kini. Mayoritas Gen Y (75%) suka berinteraksi dengan komunitas digital - entah itu mengenalkan brand, kabar terkini, intinya yang berbau hal-hal sehari-hari. Dari data ini, kita sekarang tahu bahwa untuk menggaet konsumen Gen Y, sebaiknya kita membangun komunitas agar Gen Y bisa berinteraksi satu sama lain. Tidak hanya komunitas saja, tapi juga topik diskusi jangka panjang. Oh, 1 lagi fun fact: Millenial memiliki ekspektasi customer service yang tinggi sekali. Jadi, jangan lupa untuk mempertahankan kualitas produk dan courtesy ya! Lebih baik lagi kalau bisa mengekspresikan rasa terima kasihmu secara personal. Dijamin deh, Millennial bakal setia banget sama brand-mu!

Beda lagi dengan Gen X. Walaupun sama-sama mengikuti tumbuh-kembangnya media sosial dari awal, Gen X tidak semudah itu untuk dipengaruhi oleh headline atau konten yang tampak di depan mata. Mungkin karena efek umur yang lebih dewasa juga, generasi ini memiliki keinginan untuk memberi “penilaian” sendiri terhadap produk atau brand yang ditemuinya. Tenang, bukan berarti social media marketing won’t work kok. Ternyata nih, 56% Gen X menemukan brand-brand baru di media sosial, lho! Caranya gimana? Well, gampang banget! Brand harus memanfaatkan konten video seperti tutorial, kreasi, tips & trick, dan sejenisnya. Dengan demikian, Gen X bisa membayangkan, mencari tahu lebih lanjut, bahkan mencoba langsung pengaplikasian produk brand-mu. Dan.. sama seperti Millennial, harus fokus juga ke customer service ya, karena Gen X memiliki tingkat kesetiaan yang tinggi juga sampai-sampai mereka rela membayar mahal untuk produk premium dari brand yang mereka sukai.

Jangan lupa, ada generasi Baby Boomers juga. Memang, mayoritas lebih memilih media sosial yang sudah lama ada seperti Facebook. Tapi paling tidak, lebih dari 1/3 Baby Boomers mencari tahu tentang brand baru dari media sosial! That being said, tentu saja, tujuan utama mereka menggunakan media sosial adalah untuk stay connected dengan keluarga dan teman-teman. Jadi, kalau brand-mu menargetkan Baby Boomers, sudah hampir dipastikan akan jarang sekali terjadi sales di media sosial itu sendiri. Hanya sekitar 20% yang pernah bertransaksi online. Namun, tidak masalah. Tinggal ubah saja konten digital mu ke infografik yang menunjukkan lokasi, promosi, dan barang-barang baru yang bisa didapatkan di lokasi fisik (bila ada).

Are you ready?

Nah, sekarang kamu paham bagaimana cara memanfaatkan media sosial supaya brand lebih dikenal dan diapresiasi oleh banyak orang.

Berbekal data-data yang ada di artikel ini, apakah kamu sudah menemukan media sosial apa yang paling sesuai untuk brand-mu?

Apakah kamu sudah menemukan cara yang paling tepat untuk berkomunikasi dengan audiens?

Apakah kamu siap menjalankan branding strategy dan social media marketing yang efektif?

Back To List Blog