Brand Ambassador: Perlu Atau Nggak?
Hayo, siapa di antara kalian yang pernah membeli suatu produk karena nge-fans sama Brand Ambassador-nya?
Jangan malu-malu, kita juga kadang kayak gitu kok, hehehe.
Yap, banyak sekali brand, khususnya yang sudah nasional dan internasional, berani merogoh kocek cukup dalam untuk memanggil selebriti yang terkenal untuk menjadi wajah dari brand mereka.
Kok bisa berani? Apa nggak takut rugi?
Well, mereka yakin pengikut setia dari selebriti tersebut pasti akan membawa kontribusi penjualan produk yang besar sampai bisa menutup “modal” Brand Ambassador tersebut.
Dan memang benar begitu adanya.
Contohnya saja Tokopedia.
Dijamin, hampir semua orang tau kalau BTS adalah Brand Ambassador Tokopedia. Pada mulanya, pasti Tokopedia harus mengeluarkan uang hingga milyaran rupiah untuk bisa memakai nama dan wajah personil BTS yang sudah mendunia. Namun, beruntunglah Tokopedia karena fans BTS ada jutaan di Indonesia. Alhasil, Tokopedia sukses mengajak target pasarnya ini untuk menggunakan layanan yang mereka sediakan (Agustiyanti, 2021).
Apakah branding strategy mereka sukses? Sukses dong.
Jutaan warga Indonesia jadi semakin suka dan percaya dengan Tokopedia. Bahkan, fans dari luar negeri pun jadi tau siapa itu Tokopedia!
Apakah marketing strategy mereka bagus? Bagus banget!
Jumlah pengguna aplikasi Tokopedia meningkat pesat dan produk lokal yang dijual di Tokopedia dan di-”endorse” oleh Brand Ambassador pun semakin laris saja.
Kalau begitu, apakah brand-ku harus punya Brand Ambassador?
Sebelum menjawab iya atau tidak, alangkah baiknya bila kita pelajari dulu prinsip-prinsip mendasar dari Brand Ambassador.
Brain (2022) mengartikan Brand Ambassador sebagai seseorang yang mempromosikan brand dan produknya ke jaringan mereka dengan tujuan meningkatkan brand awareness dan mendorong penjualan. Mereka yang terpilih sebagai brand ambassador pun harus setuju dan selalu mendukung brand-mu. Di mata publik, brand ambassador harus selalu tampak memilih produk brand yang didukungnya ketimbang brand kompetitor yang memberikan produk yang sama. Dan masih banyak lagi tugas yang diemban seorang brand ambassador. Singkatnya, peran mereka adalah sebagai berikut.
- Menarik perhatian konsumen pada brand produk yang diwakili.
- Meningkatkan brand awareness konsumen atas brand produk yang diwakili.
- Mempersuasi konsumen untuk memilih dan membeli brand produk yang diwakili.
(Dream Box, n.d)
Nah, menjawab pertanyaan sebelumnya, apakah brand ambassador itu perlu?
Jawabannya: It depends. Iya dan tidak.
Kalau modal brand activation kuat dan kalau seluruh tim siap untuk menerima penjualan berkali-kali lipat, maka kemungkinan besar jawabannya adalah iya, perlu. Dengan syarat, keberadaan brand ambassador harus sejalan dengan visi dan misi bisnismu, ya. Lain halnya kalau branding strategy bisnismu adalah mengajak semua orang untuk menjadi “brand ambassador” produk mu seperti Apple (Stick Earn, n.d). Bertahun-tahun tidak ada official brand ambassador pun tidak masalah karena Apple menjalankan marketing strategy yang mengandalkan penggunanya untuk menjadi “wajah” dan menyebarkan nama brand Apple di komunitas.
Tidak apa-apa juga tidak ada brand ambassador, kalau memang belum ada modal dan human resources pun belum siap. Masih ada banyak branding strategy, brand activation, dan marketing strategy yang bisa kamu jajaki. Mulai dari digital campaign, kolaborasi, dan jangan lupa, ada yang namanya endorsement!
Lho, endorsement kan juga pakai jasa influencer?
Bukannya sama kayak brand ambassador?
No, no. Endorser dan brand ambassador beda ya.
Tugas dari seorang endorser pada dasarnya adalah untuk mempromosikan sebuah produk saja dengan persyaratan yang sudah ditentukan. Entah promosi itu dilakukan 1 kali saja, 2 kali — semua tergantung dengan kontrak yang dibuat.
Beda dengan brand ambassador yang terlibat lebih dalam. Mereka harus ikut kampanye brand activation, partisipasi dalam event, dapat terlibat dalam strategi pengemasan atau packaging, hingga konten-konten iklan dan promosi lainnya. Oleh karena itu, durasi kontrak brand ambassador pasti jauh lebih lama daripada kontrak endorser.
Tidak menutup kemungkinan sebuah brand memiliki kedua-duanya, lho.
Contohnya saja Mie Sedaap.
Mereka memiliki lini produk mie ala Korea Selatan yang mana brand ambassador-nya adalah Choi Si-won, salah satu anggota boyband Super Junior. Meski demikian, Mie Sedaap tetap aktif mempromosikan produk-produknya menggunakan jasa endorser atau influencer tiap bulannya. Jadi, baik dari segi branding maupun daily sales pun semuanya berjalan beriringan, melengkapi satu sama lain.
Kesimpulannya, ada banyak faktor yang menentukan apakah brand ambassador itu perlu atau tidak — mulai dari visi brand, kondisi finansial, kesiapan tim, sampai target pasar pun juga perlu dipertimbangkan.
Jadi, setelah membaca artikel ini, menurutmu apakah bisnis-mu membutuhkan seorang brand ambassador?