Hak Cipta vs. Hak Paten vs. Hak Merek
Wahai para seniman yang tak pernah berhenti berkarya,
Para inventor yang mendobrak keterbatasan,
Para family business owner dan pemilik UMKM yang ingin melebarkan sayapnya,
Dan pembaca sekalian…
Sebelum kalian menghidupkan kanvas,
Sebelum kalian menuliskan dan meninjau hasil percobaan,
Dan sebelum kalian memulai brand activation atau marketing strategy apapun jenisnya,
Ada baiknya kalian pahami dahulu bahwa ide yang kamu punya adalah spesial dan perlu dijaga.
Oleh karena itu, kali ini kita akan bahas sampai tuntas perbedaan dari 3 kategori Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Semoga setelah membaca artikel ini, kalian langsung tau HAKI jenis apa yang perlu kalian daftarkan!
Hak Cipta
Menurut Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (n.d), Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Misalnya gini.
A adalah seorang komposer lagu klasik. Pada suatu hari, A mendapatkan ide untuk menulis sebuah lagu. Setelah memainkan dan menyempurnakan komposisi lagu beberapa kali, A kemudian menuliskan lagu ciptaannya tersebut dalam sebuah buku notasi musik.
Karena A menuangkan idenya dalam bentuk nyata yang bisa dilihat oleh orang lain, maka pada dasarnya, A sudah memiliki hak cipta atas karyanya tersebut.
Kalaupun A tidak menuliskan lagu tersebut melainkan merekamnya dalam bentuk Mp3, hal ini tidak masalah juga karena ada bukti nyata bahwa A pemegang hak cipta karya tersebut — yakni berbentuk rekaman yang dapat didengarkan orang lain.
Di sisi lain, B yang juga seorang komposer, mendapatkan ilham atas sebuah lagu. B memainkan dan menyempurnakan komposisi lagu juga, tapi tidak menuangkan karyanya dalam bentuk apa pun. Maka, walaupun ide tersebut berawal dari B, B tidak memiliki hak cipta atas karyanya. Tidak ada jejak nyata, baik itu rekaman, tulisan, video, dan sejenisnya yang mendukung klaim B atas ide tersebut.
Konsekuensinya adalah bila ada seseorang (misalnya C) mendengar komposisi tersebut dan menuangkannya dalam tulisan atau rekaman, maka C-lah yang mendapatkan hak cipta atas karya tersebut.
Nah, sekarang, kamu paham kan apa esensi dari Hak Cipta?
Di momen ketika sebuah karya muncul secara nyata, di situlah terbit sebuah hak cipta.
Tidak hanya musik saja, hak cipta juga melindungi karya dalam bentuk lain seperti drama, tarian, seni rupa, ceramah, seni sastra, fotografi, desain, bahkan program komputer. Asalkan pencipta memiliki bukti nyata, maka hak cipta atas karya tersebut sudahlah ada dan akan terus dilindungi sampai 70 tahun setelah penciptanya meninggal dunia.
Sebelum kita pindah ke HAKI kategori berikutnya, ada sebuah trivia nih buat kalian.
Apakah lagu “Happy Birthday” itu copyrighted alias memiliki Hak Cipta?
Hak Paten
Menurut Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (n.d), Hak Paten adalah hak eksklusif inventor atas invensi di bidang teknologi untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakan invensinya.
Hak paten sendiri ada 2 jenis: “Paten” dan “Paten Sederhana’.
“Paten” diberikan khusus untuk invensi yang benar-benar baru (dan harus bisa diterapkan di industri ya!). Contoh inventor dari Indonesia yang memiliki hak paten adalah B. J. Habibie, atas penemuannya yang dapat menghitung keretakan pesawat hingga ke tingkat atom-atomnya (Herdyanto, 2019). Semua penemuan yang mendobrak kemajuan industrinya, di situlah “Paten” diberikan.
“Paten Sederhana” adalah hak atas setiap invensi baru berupa pengembangan dari produk atau proses yang telah ada. Perlu diperhatikan bahwa untuk mendapatkan “paten sederhana”, invensi yang kamu buat harus mengandung modifikasi yang meningkatkan efisiensi dan efektivitas kinerja proses tersebut. Misalnya nih, di dunia ini sudah ada alat manual yang bisa digunakan untuk mengupas kentang. Namun, jika Z membuat sebuah invensi baru berupa alat pengupas kentang otomatis, maka Z bisa mendaftarkan invensi buatannya untuk Hak Paten Sederhana. Hal ini dikarenakan Z memberikan kemudahan yang baru bagi penggunanya sehingga ia berhak mendapatkan hak paten sederhana. Meski demikian, invensi tersebut tidak benar-benar baru (ada teknologi yang serupa) sehingga Z tidak bisa mendapatkan Hak Paten.
Sampai sini paham? Cukup simple kan sebenarnya?
FYI, Hak Paten dari sebuah invensi adalah milik penciptanya dari tanggal permintaan permohonan hingga 20 tahun setelahnya, sedangkan Hak Paten Sederhana berlaku hingga 10 tahun setelah tanggal permintaan permohonan.
Hak Merek
Menurut Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (n.d), Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 {tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.
Atau seperti yang kita kenal dengan sebutan “brand”.
Pasti ada banyak sekali merek-merek yang kita pernah dengar atau lihat sepanjang hidup kita. Bahkan, Pedagang Kaki Lima pun sebenarnya memiliki sebuah “brand”. Namun, seberapa banyak dari mereka yang memiliki hak merek atas identitas usaha mereka tersebut?
Dulu, mayoritas usaha yang mendaftarkan Hak Merek atas brand mereka adalah perusahaan nasional dan family business lingkup kota yang prospek pasarnya terbilang cukup luas. Bukanlah berlebihan jika dibilang tidak banyak family business owner atau pemilik UMKM yang tahu bagaimana cara mendaftarkan merek.
Namun sekarang, dengan adanya perbaikan sistem, perkembangan teknologi, dan masyarakat yang semakin terbiasa dengan digitalisasi, proses pendaftaran merek pun menjadi mudah sehingga semakin banyak pengusaha yang kini mengerti pentingnya Hak Merek.
Sama seperti Hak Paten, sebuah “brand” memiliki masa berlaku hak merek selama 10 tahun. Kalau waktunya sudah habis, kamu bisa mengajukan permohonan untuk memperpanjang Hak Merek, kok.
Apakah HAKI penting?
Ya penting, dong.
Apa yang merupakan milikmu, sudah layak dan semestinya untuk menjadi milikmu juga dan tidak dicuri oleh orang lain, kan? Karena ide ini tidak dapat dilihat (intangible), maka keorisinilan ide inilah yang sangat penting untuk dijaga.
“Jika seseorang memiliki ide atau gagasan, sedari awal memang sebaiknya segera mendaftarkannya. Untuk HKI ada yang harus didaftarkan ada yang tidak. Merek, paten, dan desain industri harus didaftarkan agar bisa mendapat perlindungan dari negara. Jika tidak, orang bisa meniru dan tidak ada perlindungan hukum,” ulas Ari Juliano Gema, Staf Ahli Menteri Bidang Reformasi Birokrasi dan Regulasi Kemenparekraf/Baparekraf (2021).
Selain untuk menjaga, HAKI berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan pelaku ekonomi kreatif juga. Dengan mendaftarkan karyanya, ketika karya tersebut digunakan oleh orang lain, maka royalti bisa diberikan kepada penciptanya — entah itu pelaku seni, kreator, inventor, pendesain, investor, dan lain sebagainya.
Bayangkan saja, kamu sudah bersusah-payah membuat koreografi tarian. Atau kamu sudah menguras banyak tenaga untuk membuat logo brand yang spesial. Namun, karena tidak ada Hak Cipta atas koreografi tersebut, penari lain menampilkan koreografi mu tanpa seizin mu sama sekali — seakan-akan koreografi tersebut miliknya. Karena tidak ada Hak Merek atas logo tersebut, semua orang bisa membuka outlet usahamu tanpa perlu marketing strategy sama sekali, tapi justru mengatasnamakan brand yang kamu bangun bertahun-tahun.
Dan perbuatan mereka adalah legal di mata hukum!
Menyebalkan sekali, bukan?
Business-mu juga perlu HAKI
Maka dari itu, apapun usaha yang kamu lakukan, business-mu perlu HAKI.
Dalam konteks ini, karena FULLSTOP adalah sebuah branding agency, FULLSTOP biasa berkutat dengan pendaftaran Hak Merek brand-brand yang kami tangani. Ada yang berupa nama brand, logo brand, maskot, hingga design packaging sekalipun. Jadi, sebelum menggiatkan brand activation dan marketing strategy, hal-hal seperti inilah yang harus dibereskan terlebih dahulu.
Untungnya, kini proses pendaftaran HAKI sangat mudah dan bisa dikerjakan dari rumah.
Kamu hanya perlu masuk ke laman https://dgip.go.id/ dan membuka akun untuk melakukan pendaftaran. Untuk permohonan Hak Merek, biayanya pun terbilang cukup memadai agar pemilik UMKM pun bisa mendaftarkan brand mereka (Rp500,000/- untuk UMKM; Rp1,800,000/- untuk umum).
Mudah sekali, kan?
Boleh langsung klik di sini untuk langsung ke laman permohonan HAKI.
Hak Cipta - https://e-hakcipta.dgip.go.id/
Hak Paten - http://paten.dgip.go.id/
Hak Merek - https://merek.dgip.go.id/
Now that you know, kapan kamu akan mendaftarkan kekayaan intelektual yang kamu miliki?