Kok Mau Sih Jadi Influencer? Ini Alasan Utamanya!

Kok Mau Sih Jadi Influencer? Ini Alasan Utamanya!

Posted by Fullstop Indonesia on 01 June 2022

Buat kaum millenial dan Gen-Z nih khususnya, coba lihat teman-teman di sekitarmu.

Ada berapa banyak kenalan kalian yang sekarang berkarir jadi influencer?

Atau bahkan, kamu sendiri adalah seorang influencer?

Yap, di era digital seperti sekarang ini, rasanya tidak berlebihan bila kita bilang ada ratusan juta influencer di dunia.

Dikutip dari Kompas.com, arti influencer adalah seseorang yang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi keputusan kepada orang lain karena ia memiliki otoritas, pengetahuan, posisi, atau karena hubungannya dengan publik atau audiens (Idris, 2021). Setiap orang yang memiliki ‘peran penting’ yang cukup dikenal oleh khalayak luas memiliki potensi menjadi seorang influencer, seperti kalangan artis, youtuber, blogger, penulis, dan lain-lain. Kini, dengan adanya Instagram dan TikTok yang notabene adalah platform ‘blogger’ terbaru, semakin banyak orang bisa menjadi seorang influencer!

Dalam keluarga influencer pun, ada 5 kategorinya (Redcomm, n.d). Ada Nano Influencer yang memiliki pengikut antara 1,000 - 10,000, biasanya mereka memiliki hubungan yang personal dengan pengikut mereka. Ada Micro Influencer yang memiliki pengikut antara 10,000 - 100,000; mereka masih memiliki hubungan yang cukup dekat dengan pengikut, namun biasanya engagement rate akan semakin rendah dengan semakin bertambahnya followers. Ada Mid-tier Influencer yang memiliki pengikut antara 100,000 - 500,000, yang mana interaksi dengan followers agak kurang, namun jangkauan marketnya lebih luas. Berikutnya, ada Macro Influencer atau Selebgram yang memiliki pengikut 500,000 - 1,000,000. Karena jumlah angka pengikut yang tinggi, maka sudah bisa dipastikan influencer tidak ada hubungan yang kuat dengan pengikut, namun jangkauannya sangat luas. Konten yang dibuat pun lebih terspesifikasi sesuai niche mereka masing-masing. Dan terakhir, ada Mega Influencer yang diikuti oleh lebih dari 1 juta followers. Mereka masuk ke dalam kategori selebritas dan tentunya brand harus merogoh kantong yang sangat dalam karena harga endorsement mereka sangat mahal.

Opportunities

Nah, bila kita perhatikan dengan seksama, sekarang ini banyak sekali yang dapat dikategorikan sebagai nano influencer dan merekalah yang paling banyak diincar oleh brand, lho!

Kok bisa?

Soalnya, mereka memiliki hubungan yang sangat dekat dengan pengikut yang sebagian besar adalah orang-orang yang juga mengenal influencer tersebut secara personal. Oleh sebab itu, tingkat kepercayaan atas produk yang dipromosikan pun meningkat. Survey membuktikan bahwa 46% keputusan membeli sebuah barang disebabkan oleh pengaruh nano influencer (Keegan, 2022). Mereka bahkan mengalahkan para celebrity influencer yang mendapatkan nilai 20.6%! Menakjubkan sekali, bukan?

Memang, sebenarnya, bila dilihat dari sales conversion atau hasil penjualan, tentu akan lebih tinggi angkanya bila produk di-endorse oleh selebritas. Namun, dengan endorsement fee yang begitu mahal, tentu tidak semua usaha akan memilih branding strategy tersebut. Terlebih lagi family business yang skalanya kecil. Big No.

Dan faktanya, di Indonesia sendiri, lebih banyak family business berskala kecil daripada perusahaan raksasa. Kementerian Koperasi dan UKM mencatat per Februari tahun ini, sudah 17,25 juta pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang terhubung ke dalam ekosistem digital (Catriana, 2022). Bayangkan saja, jutaan usaha membutuhkan brand activation dan salah satu caranya adalah dengan melalui endorsement.

Meningkatnya jumlah family business brand dan kebutuhan brand activation, maka secara eksponensial, meningkat pula demand untuk influencer sehingga meluaslah lapangan pekerjaan menjadi seorang influencer ini.

Paham kan sampai sini?

Oleh karena itu, tak pelak bila banyak orang berlomba-lomba untuk mengisi lapangan pekerjaan yang sejauh ini terus meluas dan membutuhkan wajah-wajah baru.

Freedom

Selain karena alasan ketersediaan lapangan pekerjaan, faktor lain yang menyebabkan orang zaman sekarang memilih berkarir sebagai seorang influencer adalah faktor kebebasan. Tidak seperti pegawai kantoran yang memiliki jam masuk kerja, yang harus menaiki tangga karir, dan yang penuh dengan peraturan, menjadi influencer memberikan fleksibilitas. Influencer bebas memilih kapan dan di mana konten akan dibuat. Influencer dapat menentukan sendiri konten seperti apa yang akan ditampilkan (kecuali influencer yang memiliki tim atau agensi untuk menjaga image tertentu). Work-life balance yang diidamkan generasi millenial dan gen Z pun dapat tercapai. Singkatnya, they are their own bosses.

Namun, seperti quote yang terkenal di film Spiderman, “with great power comes great responsibility”.

Yap, semua tugas, tanggung jawab, dan risiko harus ditanggung oleh influencer seorang diri. Jadi, kalau ada yang bilang jadi influencer itu gampang dan hanya bermodal handphone saja, tentu saja itu salah. Influencer harus bisa mengerti trend dan bahasa marketing yang ada supaya bisa menjadi relatable dengan pengikutnya. Sebelum menjadi terkenal pun, mereka harus melalui proses branding strategy, yang dalam hal ini adalah personal branding. Proses inilah yang kadang memakan waktu yang lama sehingga influencer pun tidak bisa enak bersantai-santai. Intinya, semua profesi pasti ada kesulitannya masing-masing.

Income

Dan terakhir adalah faktor yang mendasari mengapa umat manusia ini bekerja, yaitu uang. Seorang influencer memiliki prospek pemasukan yang terus meninggi beriringan dengan meningkatnya jumlah followers. Semakin luas jangkauan market yang bisa diberikan kepada brand yang artinya membantu perluasan brand activation, maka semakin besar kesempatan untuk influencer menaikkan tarif endorsementnya. Percaya tidak percaya, banyak influencer yang menawarkan biaya endorsement puluhan hingga ratusan juta tiap postnya! Bahkan, untuk ukuran nano atau micro influencer pun, tarif yang diberikan juga tidak semurah yang orang awam bayangkan, lho. Mereka bisa mendapatkan belasan juta untuk sekali post. Nah, kalikan saja dengan jumlah brand yang diiklankan tiap bulannya. Dijamin, "gaji" influencer jauh lebih tinggi daripada UMR. Namun, tetap ada catatan, proses menjadi influencer pun juga membutuhkan modal because everything comes with a price.

A New Era

Kira-kira, begitulah beberapa alasan mengapa banyak orang zaman now yang memilih untuk berkarir menjadi influencer. Dengan berkembangnya zaman, maka berkembang juga jenis pekerjaan yang dibutuhkan. Ibarat dengan adanya komputer  dibutuhkan IT developer, maka dengan adanya kebutuhan branding strategy pada digital  platform, dibutuhkan influencer juga.

Jadi, sudah paham ya mengapa bagi sebagian orang, influencer adalah sebuah karir yang layak ditekuni secara profesional.

Kalau kamu sendiri, adakah keinginan untuk menjadi influencer?

Back To List Blog