WFO, WFH, Atau WFA?
Beberapa saat lalu, Presiden Joko Widodo telah mengizinkan masyarakat melepas masker saat berada di ruangan terbuka. Bukan tanpa alasan, kelonggaran kebijakan tersebut diambil sejalan dengan penanganan wabah COVID-19 yang sudah semakin terkendali. Tak hanya kebiasaan memakai masker saja yang akhirnya mengalami perubahan, tetapi kebiasaan bekerja pun juga turut terdampak pasca menurunnya angka kasus pandemi. Jika sebelumnya kita hanya mengenal sistem WFO (Work From Office) yang dikombinasikan dengan WFH (Work From Home), maka kini sedang ngetrend istilah WFA (Work From Anywhere). Well, dari ketiganya mana sih yang paling optimal untuk diterapkan dalam jangka waktu panjang? Mari kita bahas satu per satu, yuk.
Sejak pandemi COVID-19 melanda, dunia kreatif termasuk branding agency dan social media management agency dituntut untuk bisa beradaptasi dengan keadaan yang ada. Salah satunya yaitu berkembangnya cara komunikasi. Agar dapat tetap terhubung satu sama lain, orang-orang mulai beralih teknologi dengan berkomunikasi secara daring, sehingga tercipta lah meeting online, virtual workspace, hingga family gathering lewat gawai. Maka tak heran kalau siapa pun bisa bekerja di dalam rumah masing-masing, asal masih terhubung dengan jaringan internet, tanpa harus pergi ke kantor. Hmm, tapi apakah sistem kerja remote macam begini cocok untuk semua orang?
WFO Sudah Ketinggalan Jaman?
‘Hari ini masih jaman kerja harus ngantor? Males ah!’ Percaya tidak percaya, banyak pekerja–khususnya anak muda jaman now–yang sering mengeluh jika kantor tempatnya bekerja masih menerapkan sistem WFO. Alasannya macam-macam, mulai dari jarak tempuh dari rumah ke kantor yang jauh, persiapan sebelum ngantor yang lebih ribet, hingga pengeluaran harian yang dirasa lebih besar ketimbang bekerja di rumah.
Padahal, kalau ngomongin soal efektivitas kerja, bekerja di kantor bagi sebagian besar orang membuat mereka merasa jauh lebih produktif lho. Tidak hanya itu, para pekerja juga mau tidak mau dituntut harus disiplin dan bisa memanajemen waktu dengan baik, apalagi jika kamu bekerja di lingkungan yang dinamis di branding agency Indonesia, termasuk di FULLSTOP sendiri. Faktanya 80% dari #superskwad merasa lebih produktif dalam menangani brand-brand family business ataupun client-client lainnya dari kantor dibandingkan dari rumah. " Karna kalau di office, kita bisa langsung ketemu dengan manager dan tim lain, sehingga segalanya lebih efektif" tutur Michelle Bella Angelina.
Apalagi jika ditambah dengan lingkungan kantor yang menunjang produktivitas pekerja brand di branding agency dan efisiensi dalam bekerja. Kamu akan sangat jarang menemui masalah-masalah teknis seperti komputer yang lemot saat mendesain atau mengedit video, internet yang ngadat saat mengunduh materi, atau kursi yang bikin sakit punggung. Yap, tentunya karena fasilitas di kantor yang lengkap sehingga kamu bisa bekerja dengan nyaman.
WFH Memang Lebih Praktis, Tapi…
Apakah kamu merasa sudah bisa mengatur waktu dengan baik? Apakah kamu bisa men-set skala prioritas saat jam kerja? Apakah lingkungan di sekitarmu cukup kondusif untuk menunjang konsentrasimu dalam bekerja? Yap, hal-hal tersebut penting untuk diperhatikan sebelum kamu memutuskan untuk memulai WFH.
Sepintas melakukan WFH bisa jadi opsi yang memang terasa menyenangkan untukmu. Eits, tapi kalau kamu tidak pandai mendisiplinkan diri, bisa-bisa kamu malah akan jadi keteteran lho. Secara psikologis, bekerja di tempat yang berada di luar jangkauan bos akan memberikan efek nyaman yang melenakan. Tentu tidak semua orang akan memanfaatkan situasi ini dengan tidak bijaksana, misalnya karena tidak ada bos mereka cenderung bersantai di rumah dan mengesampingkan pekerjaan. Namun, bagi kamu yang tidak yakin bisa menahan diri dari godaan ‘salah fokus’ saat di rumah, tentu WFH bukan tipe bekerja yang cocok untukmu.
Tidak Hanya itu, faktanya sebagian besar pekerja kreatif / pekerja branding agency yang menerapkan WFH di Indonesia merasa kesusahan mengatur waktu kerja yang berujung pada overtime / lembur tak berkesudahan. Kedok 'mencari inspirasi' bisa jadi faktor utama pekerja kreatif menunda pekerjaan yang berujung pada ketidak dinamisan work-life-balance
Sebagai solusinya, kamu bisa mengkombinasikan antara WFO dan WFH. Misalnya untuk kamu yang bekerja di branding agency Indonesia, ketika load kerjaan sedang tinggi dan kamu merasa butuh banyak melakukan koordinasi, sebaiknya bekerja lah secara WFO. Sebaliknya, jika cenderung santai atau load kerjaan tidak banyak, kamu bisa memilih melakukan WFH sesekali.
WFA Cocok untuk Kamu yang Sudah Mampu Mengendalikan Diri
Sistem kerja secara WFA atau bisa dari mana memang lagi ngetrend dibicarakan akhir-akhir ini. Pasalnya, ada beberapa perusahaan (kebanyakan start up) yang membebaskan pekerjanya untuk bekerja dari mana pun. Pekerja tidak dituntut untuk ngantor setiap hari. Biasanya, ini dilakukan agar kedua belah pihak sama-sama nyaman. Pihak kantor bisa mengurangi biaya operasional, sementara pihak pekerja bisa bebas memilih tempat bekerja yang membuatnya nyaman. Tentu ini bisa memberikan efek produktivitas dan efisiensi kerja yang jauh lebih tinggi apabila memang dimanfaatkan dengan baik.
Namun, sekali lagi sistem kerja seperti ini tidak cocok untuk semua orang. WFA akan efektif bagi mereka yang pekerjaannya memerlukan memang memerlukan mobilitas tinggi, misalnya seperti pengelola business family yang sering harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Selain itu, jika kamu menerapkan WFA, minimal kamu harus memiliki self-awareness atau kesadaran diri yang tinggi supaya kamu tetap fokus dalam bekerja. Jika sedang hectic, maka pilihlah tempat yang bisa membuatmu fokus tanpa terinterupsi, misalnya seperti cafe yang tenang atau co-working space. Jika kamu sedang buntu ide, bekerja di tempat baru dengan suasana baru bisa jadi membantu. WFA adalah sebuah privilege yang tidak dimiliki oleh setiap pekerja, jadi manfaatkan kesempatan tersebut sebaik-baiknya agar bisa berprestasi dalam bekerja.
Nah, bagaimana? Setelah membaca ulasan di atas, kira-kira yang mana nih sistem bekerja yang paling ideal buat kamu?