Di Balik Guyonan “Budak Korporat”
Jaman sudah berubah. Hari ini, semakin banyak generasi milenial yang mengisi posisi-posisi baru di dunia kerja. Beberapa di antaranya adalah fresh graduate yang pertama kali kerja, beberapa lagi adalah jobseeker yang membawa mimpi dan idealismenya sendiri-sendiri. Ada yang membayangkan bekerja di kantor dengan jam kerja fleksibel, dapat banyak bonus, sering business trip ke luar kota (biar sekaligus bisa jalan-jalan), dipromosikan dalam waktu singkat, tapi… gampang mengeluh kalau dapat tugas banyak atau terpaksa harus overtime.
“Aduh, tiap hari kerja melulu, nih. Udah kayak budaknya korporat!”
Pernah mendapati pekerja (notabene yang masih muda) yang suka bikin guyonan seperti itu? Terus sebenarnya, maksud ‘budak korporat’ itu apa, sih? Istilah budak korporat merujuk pada orang-orang yang merasa terpaksa bekerja keras untuk perusahaan tempatnya bekerja, dengan tingkat kontribusi yang dianggap melampaui ekspektasinya di awal, serta punya mindset seolah bekerja seperti budak zaman penjajahan.
Jadi, apakah all out dalam pekerjaan itu salah? Tidak juga. Semuanya sebenarnya tergantung dari cara pandang masing-masing. Apabila Anda orang yang terbiasa menuntut hak sebelum melakukan kewajiban, menyukai sesuatu yang serba instan, atau kurang menghargai proses, setiap pekerjaan yang Anda lakukan mungkin akan dianggap beban. Lalu, Anda akan berpikir menjadi bagian dari sebuah sistem di mana Anda akan selalu merasa dirugikan, dijajah, atau dieksploitasi. Ending-nya, dengan mindset budak korporat, Anda mungkin akan sulit berkembang karena selalu berpikir berada di posisi paling bawah.
Nah, supaya kita semua tidak terlena dan berlindung di balik guyonan ‘budak korporat’, hal-hal apa saja sih yang semestinya diubah?
Jangan hanya menuntut perubahan, tapi jadilah bagian dari perubahan
Merasa sistem di perusahaan tempat Anda bekerja masih berantakan, jam lembur yang tidak masuk akal, atau sering overload karena mendapatkan tugas yang tidak sesuai job description? Suarakan saja. Meski Anda berada pada level middle atau low, Anda tetap perlu menyuarakan aspirasi. Gunakan setiap kesempatan yang ada, misalkan saat daily meeting, rapat evaluasi, ataupun ketika event bonding perusahaan. Jangan membiasakan diri menjadi pekerja yang hanya bisa mengkritik sistem, tetapi tidak menyuarakan solusi yang relevan untuk membawa perubahan.
Tunjukkan bahwa Anda profesional
Jika Anda sudah yakin bahwa pekerjaan Anda tuntas dan selesai tepat waktu, maka seharusnya Anda tidak bakal merasa sedang diperbudak. Tinggal tunjukkan saja performa kerja yang terbaik, setelahnya Anda pasti akan dianggap pantas mendapatkan hak yang seorang pekerja sewajarnya dapatkan, seperti hak cuti atau kenaikan gaji.
Selektif dalam memilih pergaulan
Bisa jadi, sebenarnya Anda tidak pernah mengeluh soal pekerjaan, melainkan teman Anda yang sering melakukannya. Lambat laun, pengaruh negatif yang ditularkan teman sekantor, yang konsiten dilakukan setiap hari, akan ikut masuk ke dalam otak Anda, sehingga Anda pun ikut terjerumus pada mindset yang keliru. Oleh karena itu, selektif dalam memilih pergaulan di lingkungan kerja memang perlu adanya. Jangan sampai ‘bisikan-bisikan’ dari teman malah membuat semangat jadi turun. Apabila memang merasakan tekanan atau beban kerja yang berlebih, ada baiknya konsultasikan masalah tersebut ke bagian personalia.
Positive vibes, everyday
Cegah pemikiran seolah jadi budak korporat dengan menciptakan lingkungan kerja yang positif. Ini bisa dimulai dari hal-hal yang kecil, seperti menerapkan budaya work and life balance (mengatur agar porsi kerja dan kehidupan pribadi tetap seimbang), atau merencakan outing dengan teman sekantor, atau membuat selebrasi kecil ketika rekan kerja berulang tahun ataupun saat mendapat proyek baru. Lingkungan kerja yang positif akan menularkan semangat kerja yang tentunya positif juga.
Bagaimana, FULLSTOPPERS? Sudah siap memulai kerja dengan mindset baru yang lebih positif?