DESAINER vs. TUKANG DESAIN
Beberapa waktu yang lalu, saya sempat menulis blog dengan topik serupa berjudul “Be More Than Just a Graphic Designer”. Nah, kali ini saya akan membahas hal yang masih sama tapi dengan contoh yang lebih konkret dan lebih mudah dipahami. Bisa dibilang, blog kali ini adalah sekuel dari pendahulunya.
Perlu diingat bahwa yang namanya desainer itu adalah ‘perancang’. Merancang butuh perencanaan dan pemikiran yang mendahului eksekusi. Proses inilah yang sering diabaikan oleh kebanyakan desainer yang akhirnya menjadikan mereka tidak lebih dari ‘tukang’ desain atau tukang layout. Kalau saya menekankan di blog sebelumnya bahwa dalam menciptakan desain, kita harus menjadi problem solver dan menghasilkan karya yang ‘strategic’, semua ini dapat dicapai dengan perencanaan dan brainstorming yang baik. Proses mendesain yang baik melalui tahapan umum sbb:
Riset dan analisa data
Sebelum kamu mulai mendesain, pahami brief dengan baik dimulai dari filosofi brand, target market, fungsi/rasa produk, brand positioning hingga kisah di balik didirikannya brand, bahkan competitor. Dengan mengetahui semua ini, kamu akan memiliki perspektif yang sama dengan brand owner sebelum beralih ke visual. Pahami benar siapa yang akan menjadi audiens dari desainmu nanti dan bagaimana karakter brand dalam penyampaiannya. Apakah brand-mu menarget anak muda? Laki-laki atau perempuan? Premium atau merakyat? Karakter brand perlu dipahami terlebih dahulu untuk menciptakan desain yang tepat. Desain adalah senjata yang akan digunakan brand untuk menembak target spesifik, karena itu kamu juga perlu spesifik dalam mendesain, bukan asal bagus. Semua data yang kamu perlukan tidak semuanya tersedia, sebagian perlu dicari tahu dan dianalisa. That’s why kids, you cannot be lazy! Designers should not be lazy!
Brainstorming
Dari data dan pemahaman yang diperoleh, barulah kita dapat melakukan proses brainstorming yang terarah. Di tahap inilah karakter visual, warna dan suasana ditentukan. Jika tidak didahului riset yang yang baik, proses brainstorming akan kehilangan arah dan tidak konklusif. Bagaimana mau menentukan style visual apabila kita tidak paham audiens-nya siapa? Akibatnya keputusan yang diambil akan menyulitkan di kemudian hari (a.k.a. banyak revisi).
Sketsa/ Draft
Sebelum mulai eksekusi pada design software yang akan digunakan, ada baiknya desainer membuat sketsa atau draft terlebih dahulu. Draft akan sangat membantu untuk menentukan hierarchy dari sebuah desain sehingga nantinya pesan dapat disampaikan dengan maksimal.
Eksekusi Digital
Segala proses yang kita lalui sebelumnya pada akhirnya memiliki tujuan akhir pada eksekusi yang akan melahirkan karya. Proses eksekusi ini akan terasa sangat seru dan menyenangkan apabila persiapan-persiapan sebelumnya dilakukan dengan baik. Dengan analisa dan brainstorming yang baik, kamu akan terhindarkan dari banyak revisi karena kamu mendesain dengan pengenalan yang baik terhadap brand dan audiens.
Percaya deh, sebagian besar dari revisi yang kita kerjakan adalah akibat dari ketidakpahaman kita akan tujuan desaign dan karakter brand. Karakter brand itu bukan hanya visual, sama seperti manusia, karakter brand dibentuk dari masa lalunya, lingkungannya, caranya berkomunikasi dengan berbagai media dan orang tuanya (brand owner). Jadi, kalau ingin jadi desainer yang sesungguhnya, jangan malas untuk mengolah informasi. Saya yakin tukang desain yang ada saat ini sebagian besar memiliki software skill yang mumpuni, yang membedakan adalah kemauan mereka untuk menggali lebih dalam lagi dan mendesain sesuai brand.
Jadi, masih mau jadi tukang desain? Pikir lagi deh, sampai kapan?