Seni Membuat ‘Cerita’ untuk Memperkuat Branding
Apa ya yang membuat sebuah brand terasa spesial di hati para konsumennya? Apa karena brand tersebut punya produk limited edition? Apa karena endorser yang digunakan adalah model kelas dunia? Atau mungkin store-store-nya sudah tersebar di seluruh dunia? Mungkin saja. Atau mungkin … sebenarnya penyebabnya adalah satu hal yang sangat sederhana: mereka bercerita.
Hmm, bagaimana caranya sebuah brand bisa bercerita? Brand yang menggunakan cerita dalam proses branding di Indonesia disebut dengan istilah brand storytelling. Sederhananya, brand storytelling atau brand yang bercerita adalah teknik penggunaan narasi untuk menghubungkan brand dengan konsumen. Caranya adalah dengan menyampaikan ide-ide, nilai, dan tujuan brand lewat cerita yang relatable terhadap diri sang konsumen.
Pada dasarnya, semua orang senang bercerita dan terlibat dalam sebuah cerita. Nah, untuk membuat konsumen memiliki ikatan emosional dengan brand tertentu, brand owner akan menciptakan kondisi di mana brand dan konsumen berada di dalam sebuah cerita. Mari ambil contoh Dove. Dove gencar memperkenalkan project #ShowUs di media sosialnya. Project ini mengajak konsumennya untuk terlibat, menunjukkan, dan membagikan potret dirinya sendiri sebagai perempuan yang cantik, sebab selama ini media mengkonstruksi ‘cantik’ dengan memperlihatkan perempuan dengan ciri-ciri tertentu, sehingga muncullah stereotype.
Bagaimana cara membuat brand storytelling? Dove memunculkan elemen character (semua perempuan dengan segala macam keunikannya), setting (di dunia modern), conflict (makna ‘cantik’ yang dikonstruksi oleh media), rising action (Dove bekerja sama dengan perusahaan hosting image untuk membuat phoro library berisi potret berbagai perempuan yang bertentangan dengan stereotype ‘cantik’), climax (makin banyak perempuan yang terlibat dalam campaign ini), dan dénouement (konsumen percaya bahwa Dove adalah produk yang mendukung perempuan menjadi mereka yang apa adanya) pada campaign-nya.
Hasilnya, skema yang Dove lakukan mendapatkan reaksi yang luar biasa dari konsumennya. Dove membuat seolah-olah bukan brand-nya yang menjadi pahlawan, melainkan konsumennya. Dengan mengikuti campaign yang dibuat Dove, konsumen merasa ikut berpartisipasi menyebarkan pesan inspiratif kepada dunia bahwa semua perempuan cantik. Hal ini pula yang dilakukan Nike dengan campaign Just Do It, Disney dengan The Most Magical Place on Earth, dan Coca Cola dengan Happiness Factory. Semuanya berawal dari cerita.
Mark Truby, Vice President of Communications dari perusahaan Ford Motor pernah mengemukakan opininya: “A good story makes you feel something and is universal. They want to grasp your values and your commitment to excellence; be inspired and intrigued. Storytelling is the most powerful way to convey these ideas.”
Ini juga lah yang membedakan Coca Cola, Dove, Nike, Google, dan bahkan Go-Jek sekalipun dengan brand-brand serupa lainnya.
Kesimpulannya, apa yang membuat brand storytelling ini penting dilakukan dalam kegiatan branding di Indonesia, FULLSTOPPERS? Persaingan branding di Indonesia di masa sekarang sangatlah cepat dan dinamis. Jangankan bertahan lama, untuk bisa dilirik saja kadang membutuhkan usaha ekstra keras.
Nah, dengan brand storytelling, Anda akan mengubah mindset dalam memasarkan produk. Cara untuk membuat brand Anda mendapat atensi adalah dengan berhenti melakukan hardselling—jangan melulu mencekoki konsumen untuk membeli produk Anda. Alih-alih Anda harus menjelaskan pada mereka untuk apa produk Anda ini dibuat. Ketika Anda menceritakan value dan kisah di balik produk Anda, konsumen akan lebih tertarik untuk terlibat dan mencoba. Bahkan, mereka mungkin akan secara sukarela meneruskan kisah tentang produk Anda kepada orang lain. Ajaib, bukan?