DESAINER: Profesi, Visi, dan Apresiasi
Di zaman ingar-bingar dunia digital yang cukup berkembang pesat ini banyak pelaku-pelaku kreatif bermunculan, dari yang online hingga offline, dari yang berkarya di atas passion hingga yang hanya beralaskan profesi maupun ekonomi, dari yang berkarya tanpa mempedulikan apresiasi sampai yang memaksakan adanya apresiasi. Ya, selalu ada perbedaan karakter dan visi dari setiap pelaku kreatif.
Profesi desainer dan pelaku kreatif lainnya, bisa dibilang mempunyai tantangan yang sama, dituntut untuk terus berinovasi memunculkan ide-ide kreatif dan memberi solusi yang tepat dan relevan dari sebuah project. Mungkin kalau sebagai desainer grafis sendiri membuat ‘Good Design” itu adalah tantangan yang cukup tidak mudah, bagaimana kita mendesain bukan hanya sekadar cantik secara visual, tapi bagaimana karya bisa berkomunikasi secara visual. Ya, dari situ kembali lagi kita dituntut untuk terus mengembangkan diri secara skill teknik sekalipun wawasan dan pemahaman prinsip desain itu sendiri
“Terkotak-kotakkan oleh tren desain yang sedang beredar di luar” menjadi problem yang cukup banyak di era informasi digital yang serba cepat ini. Memang, sebagai desainer tidak bisa kalau kita buta atas tren, tapi bukan berarti karena tren kita melupakan proses berkarya, dari research target market, mengolah brief, menggali dan mengembangkan konsep sampai ke eksekusi yang adanya solusi.
Era serba modern dan serba instan banyak referensi-referensi liar yang bertebaran, menuntut kita untuk belajar lebih cerdas mengambil referensi mana yang tepat dan mana yang tidak. Mengamati setiap referensi dan memodifikasi ke karya yang lebih berinovasi.
Dan yang terpenting dibutuhkannya rasa percaya diri dan apresiasi, dalam arti kita perlu percaya diri dan mengapresiasi dengan hasil karya diri sendiri, kalau tidak, bagaimana orang lain bisa memberi apresiasi kalau dari kita sendiri tidak melakukannya.